Iklan

Saturday, February 25, 2017

CORETAN BANDIT KECIL

Kembali ke rumah merupakan ritual setiap hari yang menyenangkan bagi seorang ayah sepertiku. Berkumpul bersama anak-anak serta merasakan nyamannya rumah kecil kami. Rumah ku terletak di pinggiran kota Bandung, dengan jarak tempuh antara rumah dan kantorku sekitar 1 jam dengan mengendarai motor maticku. Lumayan jauh menurut teman-temanku, tetapi tidak menurutku. Semuanya aku lakukan dengan senang hati. Sedari dulu aku mendambakan ketenangan tinggal di pinggir kota jika di bandingkan tengah kota yang padat.
Dipinggir kota masih terasa nuansa alam yang sejuk, penduduk yang masih ramah dan mudah bersosialisasi, selain itu lalu lintas yang tidak begitu padat. Sehingga Aku bisa mengajak anak-anakku bermain di taman tengah kompleks perumahan dekat rumahku, merasakan segarnya alam. Karena lalu lintas yang tidak terlalu padat sehingga tidak perlu khawatir jika anakku bermain di luar rumah. Sangat berbeda dengan kondisi di tengah kota. Akses untuk tempat dan kebebasan bermain di luar rumah sangat sulit di dapatkan. Kalaupun ada harus pergi ke Mall, sehingga menurutku mengganggu tumbuh kembang anakku.
Aku sadar kami tinggal tidak di kompleks mewah ataupun elit. Namun yang paling penting lingkungan sekitar masih mendukung tumbuh kembangnya kedua anakku. Kedua anakku dinda dan azam merupakan anak yang hyper aktif. Hal tersebut sudah kami sadari sebagai orang tuanya semenjak mereka kecil. Tidak heran jika masih kecil umur 2 tahun mereka berdua sudah bisa mengoperasikan komputer ayahnya, walaupun tujuannya hanya bermain games komputer.
Dinda anakku yang pertama dan sekarang sudah menginjak usia 7 tahun. Karena hyper aktivenya, semenjak kecil sudah diarahkan untuk belajar menulis. Ia belajar untuk mencurahkan semua apa yang ia lihat, ia rasakan, serta sebagai media untuk menyalurkan imajinasinya. Hal ini sebagai usaha kami orang tuanya untuk meredam sifat hyper aktif menjadi tindakan yang positif. Hal tersebut menurutku penting untuk meredakan emosional sang anak yang kadang-kadang meledak, sehingga menjadi lebih jahil, nakal dan kadang bertindak ekstrem yang dapat mencelakakan orang sekitarnya.
Azam yang menginjak usia 4 tahun sudah mulai diarahkan untuk mengikuti jejak kakaknya. Namun untuk anak seusia tersebut, media gambar serta pengenalan objek yang kami tanamkan. Bukannya anak-anak pada usia tersebut lebih suka menerima sesuatu dalam bentuk gambar bukan? Bahkan di biarkan lepas menggambar apapun yang ia suka. Ya, menggambar...seperti sore hari ini ketika ku tiba bersama istriku dari tempat berkerja.
"Papa, bunda...." teriak serempak bandit bandit kecilku, ketika motorku tiba di depan rumah. Pengasuh anak-anakku menahan azam agar tidak menghalangi motorku yang akan masuk ke garasi rumah. Istriku terlebih dahulu mencium dan memeluk anak-anak, setelah itu giliranku setelah memastikan motor pada tempatnya dan meletakkan helm dan melepas sepatuku. Aku masuk dengan azam di gendonganku sedangkan dinda memeluk dari belakang dan bergelantungan di leherku.
"dasar anak-anak. " Pikirku, walaupun badan lelah tetapi semuanya sirna ketika bertemu kedua bandit kecil ini. Sore ini bandit-bandit kecil ini begitu terlihat sangat manis dan manja yang berlebihan. Biasanya tidak pernah meminta cium ataupun mau mencium, biasanya tidak pernah mau digendong atau memeluk dari belakang. Ritual pulang ke rumah biasanya mereka menyambut dengan heboh dan minta di peluk, setelah itu kabur ke dalam rumah kembali bermain komputer ataupun membaca buku dan menonton televisi.

"Ada yang aneh dengan mereka," "perasaanku mengatakan pasti ada yang dilakukan oleh bandit-bandit kecil ini." Pikir dugaanku.
"Mungkin azam merusakkan komputer kembali, merusakkan pintu lemari es, merobek buku koleksi ayahnya, memecahkan vas bunga, atau seperti kejadian yang terbaru kembali memecahkan jendela " pikirku kembali, sambil mataku menerawang kaca-kaca pintu jendela, namun semuanya masih seperti sedia kala.
Aku sudah berjanji untuk tidak akan pernah marah kepada bandit-bandit kecil ini apapun yang mereka buat. Hal tersebut masih kuanggap sifat alami mereka karena masih anak-anak. Harus di arahkan perlahan-lahan tanpa adanya kekerasan. Itu sudah komitmen kami berdua dengan istriku. Suara berisik aku dan anakku tertawa dan berteriak senang sambil melangkah memasuki rumah, begitu hebohnya. Sekarang baru aku tahu apa yang mereka lakukan....
Istriku dengan tersenyum berdiri di ruang tamu, tersenyum lebar kepadaku lalu melihat azam dan dinda. Aku tercengang melihat semua dinding penuh dengan coretan pensil, crayon bahkan ballpoint. Dari ruang tamu, ruang keluarga, serta kamar tidur.
"Azam bun, dinda pas pulang sekolah sudah begini." Seru dinda merasa tidak mau di salahkan dan merasa tidak mau di hukum akibat perbuatannya.
Kalau menuduh azam tentu saja orang tuanya tidak akan menghukum berat adiknya. Dinda tidak mau jika uang jajannya di potong akibat kesalahannya. Namun ia pasti punya andil karena telah sembarangan meletakkan crayon. Dinda pun lari ke arah buku bacaannya berusaha untuk tidak terlibat pembicaraan mengenai hal tersebut seterusnya. Pengasuh anak ku pun hanya tersenyum, ia memang tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sangat melarang jika pengasuhku melarang atau pun memarahi anakku. Biarkan mereka berkembang apa maunya.
"Azam, udah pintar menggambar. Memang ini gambar apa sih sayang?" Tanyaku sambil berjongkok. Azam hanya memandang tangan ku yang menunjuk coretan-coretan di dinding. Memasang ekspresi malu-malu namun tampak serius menjawab pertanyaan ku.
" Ini pah, mau ngegambal kaya teteh dinda.... Ini papa..., bunda, teteh." Kata anakku terbata-bata, tersenyum malu dan sambil duduk di pangkuan sambil memeluk lenganku. Aku pun tersenyum....memandang azam. Lalu mencium keningnya dan membiarkan anakku berlari kembali bermain bersama mobil-mobilan dump truck-nya.
Terhenyak sendirian di ruang keluarga, sambil mencari saluran televisi yang dapat menghiburku malam ini. Istriku sedang menemani anak-anak untuk tidur. Sekali lagi ku pandangi coretan dinding yang berwarna warni di dinding rumahku ini.
"Harus kembali di cat dan azam di belikan papan tulis kecil," pikirku. Ku amati kembali coretan coretan bandit bandit kecilku.
Aku pun tersenyum, teringat beberapa tahun yang lalu ketika aku masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar....
"Aan....kamu ini bagaimana sih, itu kertas atau buku yang terpakai khan banyak," seru ibu memarahiku karena telah mencoret dinding dapur.
"Tunggu ayahmu datang, habis di marahi," lanjut ibuku. Aku pun beringsut takut. Ingat jika ayahku marah, bakalan habis pantatku di pukul olehnya.
Aku pun kabur ke kamar ku dan mengunci pintunya. Berusaha untuk tidur menghindari kemarahan ayahku, tetapi tetap saja sore itu pukulan hadiah ayahku pun mendarat sukses di pantatku.
Namun keesokan harinya pun aku di belikan white board oleh ayahku. Awalnya sangat menyenangkan Namun lama kelamaan membosankan, karena whiteboard hanya bisa menggambar dengan satu warna spidol hitam. Tidak seperti zaman sekarang dimana spidol sudah berwarna warni.
Aku pun berubah selera, mencoret-coret di dalam buku tulis. Aku lebih suka menggambarkan bentuk-bentuk mesin perang dan peperangan di dalam buku tulisku. Selain Menggambar pesawat tempur, tank ataupun kapal laut aku pun gemar Menggambar detail-detail alam, pepohonan ataupun objek benda mati lainnya. Tapi aku belum bisa jika untuk menggambar detail manusia. Semuanya lebih suka ku curahkan dengan menggunakan ballpoint jika di bandingkan dengan alat tulis lainnya. Entah kenapa, aku lebih suka menggambar memakai ballpoint jika di bandingkan dengan pensil, pensil crayon ataupun pensil berwarna lainnya. Menurutku menggunakan ballpoint lebih terlihat nyata, berwarna, dan lebih luwes digerakkan.
Akhirnya kebiasaanku tercium oleh ayahku. Kecurigaannya bermula dengan seringnya aku meminta uang untuk membeli buku tulis baru. Dengan alasan banyaknya catatan dan pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan untuk kegiatan dan tugas sekolah.
Pada akhirnya di suatu hari yang naas, aku pun tertangkap basah sedang asyik mencoret buku tulisku dimalam sebelum tidur. Malam itu pun sukses aku mendapat dampratan serta pukulan lagi di pantatku.
"Laen kali, papa lihat kamu ngegambar yang aneh-aneh di buku tulis, papa patahkan ballpointnya...ingat...buku tulis itu mahal...," seru ayahku.
“Beli teruss...beli teruss...kaya anak orang kaya aja kamu," lanjut ayahku.

Ayahku membina keluarga kami sangat sederhana. Tidak ada yang mewah di rumah kami, semuanya serba sederhana. Namun segala kebutuhan terpenuhi dan masih tampak lebih baik di bandingkan tetangga di sekitar kami. Mengenai kelengkapan dan perabotan rumah tangga baik elektronik maupun bukan seadanya sesuai kebutuhan untuk menunjang kebutuhan rumah tangga kami. Ayah ku pun pintar mengatur alokasi keuangan baik pendapatan maupun pengeluaran. Sehingga memang serba ketat dan teratur. Ya intinya lah agak sedikit pelit lah... Tidak heran jika ia tahu segala hal yang melebihi budget pengeluarannya

Namun hal tersebut selalu terulang dan terulang lagi. Entah kenapa, hasrat dan kegemaranku menggambar menggunakan ballpoint sangat besar sekali. Hingga pada suatu ketika ayahku benar-benar serius terhadap ancamannya. Ia pun marah besar dan benar-benar mematahkan semua ballpoint yang aku punya lalu membantingnya di hadapanku.
"Sekali lagi ketauan papa masih begini. Papa gak akan peduli, biayai sendiri sekolah kamu," seru ayahku dan begitu nyaring di telingaku.

Namun hal tersebut tidak membuatku kapok. Selalu ada waktu untuk mencurahkan kebiasaanku tersebut. Sehingga pada suatu waktu bukuku habis semua. Ayah dan ibuku benar-benar tidak peduli tentang rengekanku untuk membeli buku tulis baru. Setiap pr dan tugas aku selalu meminta kertas ke teman-temanku. Akhirnya guru ku pun curiga dan memeriksa isi tasku. Buku tulisku lengkap namun tidak ada isi yang kosong sama sekali. Semuanya penuh dengan gambar-gambar yang aku buat. Aku pun memberikan alasan kenapa tidak ada buku tulis baru di tasku. Dengan polos aku pun menceritakan duduk permasalahannya. Pada akhirnya Orang tua ku pun di panggil dan di berikan arahan mengenai permasalahanku. Namun...ternyata kedua orang tua dan guruku menjadi sekongkol. Aku di hukum selama satu minggu untuk selalu menulis di papan tulis, berdiri di depan kelas selama pelajaran beliau.
"Duuuh, sengsaranya..."
Aku benar-benar shock atas apa yang aku alami, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku pun berusaha untuk melupakan kebiasaanku. Caranya aku merubah kebiasaanku, setiap belajar menghapal aku pun menuliskannya di kertas ataupun buku bekas. Sehingga tanganku terbiasa yang tadinya menggambar terarah menjadi menulis. Walaupun efeknya malah tulisanku seperti dokter yang menulis resep. Membingungkan bagi orang yang membacanya.
"Masa bodoh dengan penilaian orang, terpenting di saat ujian aku bisa memperlambat tempoku menulis sehingga tulisan ku bisa terbaca." Pikirku saat itu.
Kegemaranku menggambar tidak berhenti begitu saja. Aku masih bisa menuangkan di saat pelajaran seni rupa di sekolahku. Namun hanya seadanya saja, tidak menggebu gebu seperti sedia kala. Keinginanku menuangkan objek gambar ke bentuk lukisan pun sekenanya saja. Tidak ada keinginan untuk mempertajam atau melatih insting seni rupaku lagi. Aku pun hanya sebagai penikmat hasil lukisan-lukisan orang lain dari buku-buku perpustakaan atau referensi-referensi majalah.
Pernah suatu waktu aku minta di belikan kuas dan cat air kepada ayahku namun permintaan tersebut tidak diluluskan. Baru diluluskan ketika memang ada permintaan dari guru sekolahku untuk praktek melukis di kelas. Itu pun aku sudah tidak memiliki keinginan untuk melukis kembali. Waktu senggangku sekarang ku gunakan untuk membaca buku ataupun komik-komik bergambar seperti tin tin, smurf, asterix dan obelix. Ayahku juga mengijinkanku untuk berlangganan majalah bobo. Novel kesenanganku dimasa kecil adalah Wiro sableng dan Pendekar Rajawali sakti...semua bisa kuhabiskan dalam waktu 1 hari untuk membaca 1 buku.
Aku juga menjadi Anggota perpustakaan di kantor Ayahku, Anggota perpustakaan di sekolah sampai anggota perpustakaan daerah. Itu hanya untuk memuaskan hasratku membaca buku. Keseharianku pun tetap seperti biasa, masih bermain bersama teman-temanku, memancing ikan, bermain di kebun dekat hutan di belakang kampung, bermain sepak bola.
Masa kecil yang dibilang menyenangkan buat ku untuk aku kenang kembali. Aku sadari kemauan ayahku yang tidak ingin aku menyukai dunia seni rupa. Membatasi anak untuk berkreasi dengan menggambar akan membuat mereka tidak bisa kreatif dan imajinatif. Di masa kecil pendekatan dengan gambar yang hanya bisa masuk ke dalam pikiran mereka. Termasuk diriku ke tika kecil, imajinasiku tidak terbentuk kalau aku tidak di perbolehkan menggambar. Padahal Imajinasi ini nanti yang akan membawaku berkreasi dan menjadi imajinatif.
Namun akhirnya aku bisa menemukan jalan dan cara lain untuk memuaskan dan menuangkan daya imajinasi dan kreatifku dengan menulis. Untungnya guru-guru di sekolahku bisa membantu diriku untuk menemukan apa yang aku butuhkan di luar rumah. Hal tersebut di support oleh kedua orang tuaku, dengan mengijinkan seluruh akses ke buku-buku untuk memuaskan rasa ingin tahu ku. Dengan dunia yang baru yaitu membaca, memang sangat mengasyikkan. Mungkin karena pada saat itu rasa ingin tahuku sedang sedemikian besarnya.
Namun perasaan ingin menggambar terkadang menghinggapi perasaanku. Aku pun menuangkannya ke dalam bentuk lukisan secara normal. Melalui pensil dan tidak menggunakan ballpoint. Itupun hanya sketsa kasar dan tidak ada keinginan untuk mewarnai ataupun menuangkannya ke dalam bentuk kanvas dan cat air ataupun cat minyak. Seperti yang sudah aku utarakan sebelumnya, pelajaran seni rupa dalam bentuk cat air dan cat minyak serta canvas sudah aku pelajari pada sekolah dasar. Namun perasaan sepeti itu tidak menjadi sesuatu hal yang menyenangkan kembali.
Entahlah....
Apakah karena sudah mempunyai perasaan yang trauma diakibatkan tekanan-tekanan dari orang tuaku yang tidak ingin aku menggambar atau melukis. Para orang tua harusnya jangan takut kalau nanti anaknya menjadi pelukis. Hobby boleh saja tetapi tidak akan menjadi sandaran hidup juga khan kedepannya. Hal tersebut aku sadari ketika aku dewasa dan berkuliah. Sebenarnya didikan orang tuaku tidak pernah aku vonis salah. Mereka yang membentukku seperti ini tetapi karena mereka juga aku bisa menulis, menuangkan isi pikiran kreatifku, selain aku menyukai dunia seni rupa walaupun pada akhirnya tidak bisa melukis. Tidak ku sesali sampai sekarang. Toh sekarang posisiku sebagai orang tua. Aku berjanji tidak seperti ayahku yang keras dalam membina kami anaknya. Tetapi suatu saat orang tuaku bisa berubah dan menyadari kesalahan yang mereka lakukan semasa ku kecil....
Kelas 1-6 sekolah dasar ku lalui dengan sukses. Hingga pada saatnya aku sebentar lagi aku akan menginjakkan kaki di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ujian akhir sudah kami lewati. Seperti biasanya, untuk anak-anak di bangku kelas 6 sebelum pengumuman kelulusan, selama seminggu kami mengadakan Class Meeting. Acara ini semacam pertandingan antar kelas 6, dari 6A-6D. Aku pun mendapatkan bagian berpartisipasi, baik di olah raga maupun pertandingan lainnya, termasuk salah satunya adalah melukis.
Entah apa yang membuat ibu guru Wali Kelas menunjukku. Padahal ketika aku di kelas 2 beliau yang membuatku kapok untuk menggambar di buku menggunakan ballpoint. Di kompetisi tersebut, aku menunjukkan bakatku. Akhirnya aku menjadi pemenang juara umum satu sekolah. Untuk pertama dan terakhir kalinya.
Ayahku tersadar akan kemampuanku. Setelah kejadian tersebut, aku di berikan kebebasan sebesar-besarnya untuk menentukan jalan hidupku sendiri. Terkadang memang orang tua harus di berikan kejutan...setelah mengalami masa di sekolah dasar, aku pun disibukkan untuk kegiatanku menatap masa depanku. Namun menggambar tidak lagi menjadi prioritas utamaku lagi. Masih banyak ternyata dalam kehidupan ini yang menarik untuk di simak dan di pelajari. Kesitulah aku berkecimpung, mendalami hingga menguasai berbagai disiplin ilmu, hingga kini.
Wahai orang tua, anakmu hidup mengharapkan bimbinganmu, tetapi bukan kau batasi langkah dan kemauannya. Suatu saat anakmu juga akan menjadi orang tua dan ia yang akan menentukan bagaimana ia bersikap untuk mendidik anak-anaknya, seperti ayahnya kah atau lebih baik lagi...
Aku tersadar dalam lamunanku, ketika azam tiba-tiba sudah berada disampingku.
"Pah, lagi ngapain?" Tanyanya singkat.

"Lagi mengagumi gambar-gambarnya azam yang didinding," sambil tersenyum dan mengangkat anakku duduk di pangkuanku.

"Kok belum tidur,"tanyaku sambil membelai rambut anakku dan menciumnya.

"Pengen di temenin papah, " jawab azam singkat.

"Itu gambar papah, bunda dan teteh dinda," seru anakku sambil menunjuk coretan di dinding ruang keluarga.

"Bagus ya pah," seru azam kembali.

"Yah, bagus...,"jawabku...

"Memang azam mau jadi apa sih," tanya anakku.

Azam pun bingung, menatap coretan dindingnya kembali, lalu berseru dan mengacungkan tangannya dengan jari telunjuk teracung ke depan.
"mau jadi olang yang bisa buat pesawat," serunya melompat dari pangkuanku dan mengambil mainan pesawat rakit yang baru seminggu di belikan lalu kembali ke hadapanku.

"Bisa telbang, pergi kemana aja, menembak olang yang jahat, dualll dualll, "seru anakku...

Aku hanya tertawa melihat tingkah anakku.

"amienn amieeen," seruku dalam hati, papa akan berusaha di masa yang sulit ini dengan biaya sekolah yang tinggi untuk menyekolahkan mu azam, sampai tercapai cita citamu...

Desember 2012


INDAHNYA "TELAT"

Pagi ini, minggu 26 Januari 2014, kembali lagi aku mencium aroma manis pepohonan hutan kota diterpa angin kering khas suasana kota Surabaya. Di depan hotel yang dari kemarin aku tempati, tampak terlihat beberapa orang bersepeda ria menikmati suasana pagi sekitar bundaran tugu bambu runcing Surabaya. Beberapa keluarga dengan membawa beberapa anggota keluarganya tampak riang bercanda riuh, meliak liukkan sepeda lipatnya, yang aku taksir berharga jutaan. Aku pun teringat rengekan anakku dinda yang meminta sepeda lipat beberapa bulan yang lalu. jujur aku katakan kepada anakku kalau papanya tidak bisa memenuhi permintaannya karena harganya yang tidak bisa aku penuhi dengan secepat itu. Penghasilanku sebenarnya mampu untuk membelikannya, namun harus mengorbankan beberapa kebutuhan keluarga ku selama sebulan. Teringat raut muka anakku yang kecewa, namun pada akhirnya aku pun membelikan sepeda mini berwarna pink muda yang aku dapatkan dari toko sepeda murah. harganya pun lumayan lah hanya berkisar ratusan ribu rupiah. Sepeda itu pun di tenteng dengan susah payah menggunakan sepeda motor. Seulas senyum mengembang dibibirku jika teringat hal tersebut. Sudah 3 hari aku tinggalkan anak-anak ku dalam rangka kunjungan dinas ke solo dan surabaya.
"woiiii, buruan naek, sebelum jalanan di tutup untuk sepeda motor," seru andri yang tiba-tiba sudah berdiri disampingku dengan mengendarai sepeda motor.
Pagi ini rencananya aku akan melakukan perjalan ke Batu Malang dengan menggunakan transportasi umum. perjalanan pertama kami rencanakan akan ke stasiun Gubeng menggunakan Kereta Api Pangandaran jurusan Malang. berdasarkan hasil mesin pencari Google, jadwal pemberangkatan ke Malang adalah Jam 7 pagi ini. Dengan tergesa-gesa pun aku segera naik ke sepeda motor yang akan membawa kami ke Stasiun Gubeng. Sepanjang perjalanan Andri selalu menceritakan kisah kisah kami ketika kami kuliah. Wajarlah karena baru kali ini kami bertemu. Andri juga merupakan teman ku kost walaupun memang kita berbeda kost dan berbeda jurusan kuliah. Dengan wataknya yang periang, mudah bergaul dan tidak merasa sungkan, Andri pun cepat akrab denganku. 5 tahun kami habiskan bersama di Jakarta sebelum kami berpisah. Dia mengembara ke Surabaya dan aku pun Naik gunung ke Bandung.
Tidak beberapa lama sampailah kami di depan sebuah bangunan tua bergaya arsitektur Belanda. Tidak seperti bangunan tua yang lain di beberapa daerah yang pernah aku jumpai, bangunan ini terawat dan tertata dengan baik. Pedesterian yang besar di depan gedung, Pemilihan cat dinding yang tampak mencolok namun indah di pandang, tampak tulisan besar tertera di dinding depan bangunan tersebut "STASIUN GUBENG SURABAYA,"
Pagi ini sangat ramai pengunjung yang sudah akan membeli tiket, atau sekedar mengantar sanak saudara bahkan ada juga yang hanya duduk-duduk merasakan suasana pagi yang sejuk di sekitar Stasiun sambil menikmati sarapan pagi yang dijajakan oleh pedagang asongan di tempat yang sudah ditunjuk. Andri pun memutar sepeda motornya ke arah tempat parkiran, namun belum sampai di tempat yang di tuju, terpampang di depan tanda yang menunjukkan tempat parkiran penuh. Akupun  segera berinisiatif untuk turun dan berlari ke arah tempat antri tiket. benar saja antrian pun sudah mengular namun masih bersyukur karena antriannya hanya ular pendek bukan ular panjang, he he he.
Untuk memastikan bahwa antrian tersebut benar untuk membeli tiket yang hari ini, aku pun mendekati pihak keamanan.  
"pak, maaf untuk pembelian tiket kerete penataran ekspress yang ke malang, di loket yang mana ya pak? tanyaku untuk memastikan. Satpam tersebut tampak tersenyum menunjuk antrian yang tadi sudah aku perhatikan,
"namun mas, tolong di bersihkan remah-remah makanan yang menempel di sekitar mulut ya mas," seru pak satpam menunjuk sekitar mulutku sambil tertawa.
aku pun secara reflek meminta maaf dan dengan muka merah membersihkan remah-remah bekas sarapan tadi pagi di sekitar mulut ku langsung dengan telapak tangan. setengah berlari mendekati antrian yang di tunjuk oleh pihak keamanan, kalau di hitung-hitung aku berada di urutan ke 10. lumayan lah sambil menunggu waktu dan jam pun masih menunjukkan jam 6.45 pagi. rencana pemberangkatan kereta jam 7.10 menit,
"cukuplah dan mudah mudahan estimasinya benar," pikirku mecoba menganalisa, walaupun dalam segi hitung hitungan matematika ku pun aku masih terbilang jeblok,
jam 7 lewat 5 menit, atrian ku baru sampai ke urutan 7. cemas bercampur kesal melihat antrian yang lamban bergerak ke depan. Namun jika aku perhatikan, petugas tampak sangat maksimal melayani penumpang mungkin lot permintaan kursi dari calon penumpang yang berlebihan. tampak oleh ku Andri datang dengan senyum terkembang,
"senyam-senyum, gak tau apa kita bakal telat naek kereta...ini udah jam berapa bro...bakal bisa mundur nih dari schedule,"sela ku melampiaskan kekesalanku ditambah melihat kelakuan temanku yang tampak santai seakan tidak terjadi apa-apa.
       "tenang bro, aku yang handle," sela andri  sambil menggantikan posisi berdiri mengantri seraya menengadahkan tangannya untuk meminta ktp yang aku pegang. Dia pun melanjutkan ceritanya mengenai motor yang di titipkan ke hotel yang dekat dengan Stasiun tersebut. Tidak mengindahkan cerita andri, Aku pun segera berinisiatif mengambil tempat dijalur pembelian tiket pesanan. Rencananya aku akan membeli tiket jurusan bandung untuk 2 hari kedepan.
"Untuk jaga jaga seruku," sambil tersenyum ke andri yang kesal mendengar ceritanya tidak di dengar. Tidak menunggu lama, aku pun telah bergabung dengan antrian panjang didepan loket pemesanan luar kota. Sesekali aku memperhatikan andri yang tidak bisa diam menyapa calon penumpang yang sudah membeli tiket atau berbicara seru dengan calon penumpang di depan dan belakang antriannya. Tidak beberapa lamapun dia terlibat pembicaraan yang super serius dengan calon penumpang perempuan yang antri dibelakangnya, "dasar, playboy kampung," gerutuku dalam hati.
Pengeras suara mengumumkan bahwa kereta padanaran jurusan malang sudah akan meninggalkan stasiun. Barisan antrian andri pun terlihat gelisah, tidak terkecuali andri. Tidak ku sangka, ia merangsek langsung kedepan dan langsung berbicara dengan petugas loket. Bukan hanya andri, calon penumpang lain pun yang rencananya akan ke malang pun mengular di belakang andri. Ada beberapa calon penumpang yang tadinya berada diurutan depan keberatan atas sikapnya andri, namun di jelaskan oleh temanku bahwa kereta jurusan malang akan berangkat. Penumpang itu pun terdiam. Karcis pun didapatkan, aku pun dengan terpaksa meninggalkan barisan antrian pemesanan.
"sudah pesan di stasiun malang saja," seru andri dengan senyum kemenangan namun tampak tergesa gesa menarik lenganku. Kami pun berlari bak anak kecil mengejar layangan putus.
Kereta padanaran perlahan lahan bergerak, ketika aku dan andri berada didalam gerbong sesuai dengan petunjuk yang ada di karcis. Dengan terengah engah akhirnya ku hempaskan badanku di kursi penumpang kereta. Di depan kami, tampak tersenyum renyah dua orang ibu  melihat kelakuan kami. Salah satu ibu itu tampak mengendong anak perempuan yang ku taksir berumur 9 bulan, sedangkan satunya sudah pasti nenek dari anak perempuan tersebut karena terlihat lebih tua.
“Untuk perempuan bisa ditebak umur dari penampilan,"seruku dalam hati. Aku pun membalas dengan tersenyum malu, sedangkan andre bak orang yang sudah kenal lama, menyapa dengan sangat hangat. Ia pun terlibat pembicaraan basa basi serta menjelaskan kenapa kami hampir saja ketinggalan kereta. Sebenarnya aku pun terhibur dengan kicauan andre dan ikut terlibat dalam pembicaraan yang hangat tersebut. Namun perhatianku pun teralihkan ke pemandangan luar kereta. Tampak berjejer perkebunan bunga, sawah, ladang jagung dengan di latar belakangi siluet gunung arjuna, gunung lawu serta gunung gunung lainnya yang hanya bisa aku terka terka saja. Maklum untuk masalah geografis sekitar surabaya dan malang aku belum menguasai. Mungkin sehabis perjalanan ini aku akan mempelajarinya, pikirku dalam hati.
Perjalanan ini sangat berkesan bagi diriku, selain ditemani sobat lamaku yang sudah lama tidak berjumpa ditambah teman seperjalanan kami sebuah keluarga yang sangat "welcome". Keluarga ini merupakan ciri khas orang Indonesia yang mudah bergaul, sopan dan hangat dengan orang lain walaupun orang tersebut baru ditemui. Perjalanan yang memang tidak membosankan, ditambah andre sangat bisa untuk mengontrol pembicaraan, terkadang serius, terkadang mengundang tawa dan tidak canggung.
Sang nenek juga ternyata mempunyai pengetahuan yang cukup dalam, dengan asam garam kehidupan yang sudah dilaluinya. Latar belakang perkerjaan sebagai mantan pendidik ternyata cukup menambah input pengetahuan sang nenek yang berusaha dia ceritakan  ke kami juga. Aku bersyukur kali ini perjalananku tidak sia sia, walaupun dikejar kejar waktu namun ada sedikit pengetahuan yang aku dapatkan. Secara jujur memang aku bermasalah dengan sosialisasi di luar perkerjaan. Namun secara rutinitas perkerjaanku dituntut untuk bersosialisasi lebih dengan orang toko, lobi dan entertain, namun diluar perkerjaan aku sangat sulit dan merasa canggung untuk bermasyarakat. Apalagi ditengah perjalanan dinas yang sedang aku lakukan, seperti ketika aku didalam mobil travel, kereta, pesawat tidak ada keinginan untuk bertegur sapa ataupun mengobrol dengan teman disebelahku atau seperjalananku. Entahlah, ada sesuatu yang membuat aku menutup diri, tidak ingin melibatkan diri dalam urusan orang lain ataupun  urusan diri sendiriku di ketahui orang lain.
Akhirnya perjalanan kereta ini berakhir di stasiun besar malang. Kami pun berpisah dengan keluarga tersebut. Andre pun mengajukan pertanyaan terakhir ke keluarga tersebut. Terakhir? sok melankolis nih, kaya sinetron. Gak taunya??..

"jam berapa ya nek kereta paling akhir?" Ujar andre sambil tersenyum menungu jawaban spontan dari nenek tersebut.
Sang nenek tersebut menjawab "jam 3 sore dek andre, jangan telat lagi dan mending beli tiketnya pas turun dari kereta, biar tidak terburu buru," seru sang ibu menasehati.
Kami pun berlalu sambil tersenyum dan menunduk tanda menghormat seperti kebiasan orang muda terhadap orang yang lebih tua. Segera aku arahkan kakiku menuju loket pemesanan untuk tujuan luar kota. Beruntunglah hidup dijaman sekarang, semuanya serba online. Pemesanan tiket bisa dimana saja, padahal jadwal keberangkatan ku esok hari dari stasiun gubeng surabaya menuju bandung. Sedangkan tiket dapat ku pesan dari stasiun malang.
Sukses mendapatkan tiket kepulanganku ke bandung. Kami pun meluncur ke arah mobil angkot umum yang berjejer. Dengan modal cuap cuap bertanya akhirnya kami pun mendapatkan angkutan umum ADL yang mengarah ke terminal landung sari. Sepanjang perjalanan mataku tidak lepas memperhatikan suasana kota malang. Rumah rumah, gedung gedung, taman taman kota dan hutan kota. Semuanya memang tertata tampak rapin dan teratur. Sangat berbeda jika aku bandingkan dengan kota bandung, kota tempat tinggalku. Walaupun memang udara dan suasana yang kurasakan di malang hampir sama seperti bandung, namun dalam penataan kota, malang lebih baik.
“Mungkin karena kota malang masih kota kecil di bandingkan kota bandung, jadi pemerintah kotanya lebih fokus," jawabku dalam hati.
“Namun surabaya kota kedua terbesar setelah jakarta , tapi kotanya indah, hijau, semuanya serba teratur, warganya mau menjaga kotanya, tidak karena besar atau kecilnya kota dong....debat ku dalam hati, perdebatan ini menimbulkan berkecamuknya pikiranku dalam memikirkan perbandingan tersebut layaknya walikota, he he he.
“Jadi intinya adalah adanya kemauan antara pemerintah dan warganya disinergiskan dalam kerja nyata dan didukung oleh pemerintah dan warganya. Semuanya transparan dan demi kepentingan bersama," nah itu jawaban yang paling bagus, pikirku sambil tersenyum.
Sudut mataku menangkap sepasang mata yang memandang aneh kepadaku. Sepasang mata yang kukenal dari jaman kuliah. Sepasang mata yang terjelek yang pernah kukenal, hi hi hi.
"Loe gila?" Teriak andre menatap heran.
"Hampir dre, "jawabku pendek, sambil menatap sinis dan kami pun saling pandang lalu tertawa bersama.
Landung sari, terminal pinggir kota malang yang mengarah ke kawasan batu malang. Terminal yang letaknya tidak jauh dari kampus muhammadiyah malang ini memang selalu ramai, dipinggir jalannya....namun ketika masuk terminal, kosong. Hanya ada beberapa angkot yang ngetem mengantri menunggu penumpang. Selebihnya mobil angkotnya lebih banyak antri dipintu keluar terminal dan pinggir jalan depan terminal. Kami pun naik angkot berwarna pink.
"Pink" jujur baru kali ini aku melihat angkot yang berwarna pink he he he...lembayung juga nih angkotnya..wuiih keren bo'....dan ini pun satu satunya yang ada di kawasan malang.
Beruntung kejadian langka ini aku alami walaupun pengalaman naik angkotnya hampir sama seperti naik angkot yang lain, tidak ada yang beda. Kalau gak percaya, silahkan pergi ke malang dech.....
Tidak lama kami pun berlayar menuju batu malang, tidak lupa pesan pesan dan wanti wanti ke sopir untuk turun didekat mall batu, karena ternyata mobil ini tidak lewat didepan mall tersebut, namun hanya lewat satu blok sebelum mall. Ternyata kawasan batu malang itu berada di atas dari kota malang. Perjalanan berkelak kelok dan mendaki merupakan suguhan yang menarik. Belum lagi pemandangan kanan dan kiri lembah dan hutan serta hotel dan villa villa peristirahatan bagi orang kota yang mempunyai dompet tebal. Entah tebalnya karena bon hutang atau uang yang banyak terpenting bisa bayar refreshing di hotel mewah, baik lewat tambahan bon hutang atau uang cash. Entahlah....
Namun kali ini ada sesuatu yang sangat menarik dan terpenting yang bekum pernah aku lihat dimanapun tempatnya. Menurutku keterlaluan atau memang kebutuhan atau memang kekurang ajaran manusia. Ketika menulis cerpen ini aku berusaha u tuk menebak dan mengingat ingat entah di km berapa dan apa nama kampungnya. Aku melihat tulisan besar tertera di papan persegi panjang sekitar 2m×1.5m didepan sebuah mesjid besar dengan dipenuhi artistik menarik,
"DIJUAL". Aku pun secara spontan berseru dalam hati.
"Astagfirullah...." aku pun berusaha untuk memberitahu andri namun ternyata temanku sudah terlebih dahulu bertanya kepada sopir dengan spontan.
Supir pun tertawa renyah...”tenang mas, iklan itu udah lama dan tidak ada yang berani menawar ataupun membeli mesjid tersebut”  Jawab sang sopir.
" tapi khan mas yang punya tanah keterlaluan harus sebegitunya menjual mesjid tersebut." Seru andri panas...
“kaya yang paling soleh aja dri...”.pikirku melihat tingkah lakunya.
Sang sopir pun hanya menaikkan bahu sebagai tanda tidak tau menahu, "yah sifat manusia" serunya, menambahkan sambil menghembuskan nafas.
"Namun karena iklan tersebut, mesjid itu menjadi terkenal loh mas. Banyak yang menyumbangkan uang di gerobak mesjid. Niatnya untuk pengurus mesjid agar bisa mengumpulkan uang untuk warga sini membeli mesjid tersebut." Tambahnya....
"Syukurlah masih ada warga yang peduli terhadap agama," pikirku, "entah bagaimana jadinya kalau kita tanpa agama, tanpa tuntunan...." aku pun teringat dengan nasib mesjid bersejarah yang sekarang sedang diperjuangkan oleh komunitas muslim seluruh dunia dari cengkraman zionis yahudi. Kompleks mesjid Al Aqsa, mesjid suci kaum muslimin dan mempunyai sejarah panjang dari kisdah Isra Mirajnya Nabi Muhammad SAW sampai dengan perang salib. Umat muslim yang selama ini dinina bobo kan oleh kenikmatan duniawi yang sudah tidak peduli lagi akan nasib umat umat muslim lain didunia ini yang tidak beruntung dibawah cengkraman kaum mayoritas non muslim di negara lain. Apalagi palestina yang sudah diramalkan dalam Alquran juga tidak pernah bisa akur dengan yahudi sampai dengan akhir jaman. Suatu tempat bagi umat muslim untuk berjihad memperjuangkan tauhid.
Tidak beberapa lama kami tiba di tempat tujuan. Dengan bersusah payah berjalan satu blok menuju mall tempat tujuan kami. Tidak ada sesuatu yang menarik untuk dibicarakan dalam ceritaku kali ini. Hanya azas manfaat memanfaatkan andri untuk membantu kontrolku terhadap counter rampung. Semuanya berjalan dengan semestinya, perkerjaanku pun rampung dengan dibantu oleh temanku. Istilah ku menyebutnya 
"diberdayakan" he he he," andri aku minta bantuannya untuk stock opname alhasil.....
Kereta jam 3 sore u tuk kembali ke surabaya, dapat angkot kembali ke malang jam 2 sore lebih 10 menit.
"Telat.....bakal telat...." kata kata tersebut yang terngiang di kepalaku. Berputar putar mencari solusi, bagaimana caranya bisa tepat waktu?
Plan b jika tidak datang tepat waktu otomatis ketinggalan kereta, solusi apalagi yang harus kami tempuh, ke terminal cari bus ke surabaya dengan berat hati menjadi pilihan yang pasti mengorbankan uang tiket yang sudah kami beli sebelumnya.
Tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut andri. Kami berdua membisu, menatap ke depan ke arah jalanan dan berseru kecewa jika angkot melambatkan laju larinya. Aku yakin andri pun berpikir yang sama denganku. Namun tidak beberapa lama setelah aku menanyakan jam kepada andri. Andri pun berbicara kepada sopir permasalahan yang sedang kami hadapi.
Plan C naek ojek!!!.... andre pun ternyata berpikir sama. Ia pun mengutarakan kepada sopir untuk menanyakan tempat mangkal ojek.
"Mas dari pada capek capek nyari ojek, kasih saya Rp.20.000. Tepat jam 3 kurang sampe depat stasiun, gimana? Tawaran sopir kepada kami.
"Deal, seruku...andri pun sepakat. Tidak beberapa lama, kami pun seperti berada dalam lomba balap mobil. Bedanya yang kami alami hanya lomba balap kelas kampung yang lawannya hanya truk, bus, dan mobil sesama angkot. Terkadang motor pun menjadi gerah dan berusaha mengimbangi kecepatan kami. Kami pun yang didalam mobil hanya bermodal doa berharap aman sampai tujuan. Rasa sesal ku pun timbul...
jam 14.47.....woow greaat...seruku sambil memberikan uang kepada sopir. Salah satu penumpang berteriak kepada kami sambil tertawa,
"mas, laen kali terlambat lagi ya...biar cepat juga nih angkot....kami pun  tertawa....
"Nasi goreng mas....makan malam," seru seorang perempuan yang tiba tiba muncul dari sebelah kiri tempat ku duduk. Aku pun tersadar dalam lamunanku dan tersadar juga bahwa sembari tadi aku tertawa sendiri sambil menatap sms andri,

"bro, ati ati loe ya...jangan telat naek kereta, salam untuk keluarga di bandung"...

"Boleh sama teh manis ya mba," jawabku.

Pramugari kereta itu pun segera mencatat pesananku lalu berkata,"pesanannya sudah dicatat mas dan harap menunggu. Terima kasih sudah menggunakan kereta lodaya malam jurusan Bandung....


Sunday, February 19, 2017

CATATAN HARIAN ARI "MEMORI GADIS LEMPER"

15 September 2006

Tidak ku sangka, tidak ku nyana....
Aku pikir brankas ini hanya sebuah lemari besi tanpa kombinasi. Dengan perasaan percaya diri kumasukkan kunci brankas yang di berikan pak Herman kepadaku untuk mengambil uang kasir. Pintu besi ini tidak bisa di putar dan di buka..., dengan cepat pikiranku menerka apa yang terjadi? Ooooh iya ternyata no kombinasi...agak malu juga melihat atas apa yang terjadi dan untungnya belum ada yang menyaksikan. Aku pun menanyakan kunci kombinasinya ke pak herman, dan mengajari ku untuk membuka kunci kombinasinya. Bersama-sama mempersiapkan uang modal kasir, serta uang setoran yang selalu di pick up tiap hari melalui tim pick up yang di tunjuk oleh pusat. Uang setoran di sesuaikan dengan jumlah omzet hari kemarin dengan melihat data penjualan di program hari kemarin.
Siangnya aku bertemu untuk pertama kalinya dengan pak Erwin. Orangnya seukuran ku tingginya sekitar 167 cm, berbadan gemuk di lihat dari perawakan mukanya seperti keturunan arab, dengan muka bulat dan mempunyai brewok yang tipis sehabis di cukur. Cukup ramah dan terbuka. Tidak pelit ilmu dan informasi, semuanya di sampaikan kepadaku. Beliau juga mengijinkanku untuk mengambil shift sendiri di hari minggu setelah di informasikan oleh pak Herman. Untuk menguatkan keyakinan pak Erwin, semua tugas hari ini dan kontrol di serahkan kepadaku. Mau gak mau, aku pun long shift sampai dengan jam delapan, sampai semua perkerjaan input po suplier, report tugas, follow up email, mengikuti pengarahan pak Erwin untuk pemecahan masalah yang terjadi di toko. Pengorbanan pikirku dalam hati.
"Pak, " seru teddy, sedikit berbisik ketika aku berada di back office sedang mengerjakan tugas. Kebetulan pak Erwin sedang membantu kasir menukar uang kecil.
“Pak Erwin sebentar lagi nikah.... "jelas teddy sambil tertawa kecil.
Muka bulat teddy dengan di hiasi jambang yang sudah tercukur rapi dan mempunyai sepasang mata kecil pun mengerut senang dan manis. Mengurai selembar senyum indah dengan dua lesung di kanan dan kiri pipinya. Untuk ukuran orang Sunda Teddy memang terlihat tampan. Namun ketampanan tersebut ternyata berbanding terbalik dengan keadaan tubuh teddy yang bengkak membulat di tambah dengan gaya berjalan tedi yang sepertinya menopang sesuatu yang besar pada perutnya. Teddy merupakan anak bungsu dari seorang petugas militer rendahan yang bertugas di KODAM persis didepan Minimarket ini. Dia merupakan titipan dari ayahnya karena tidak mampu untuk menyekolahkan Teddy ke jenjang yang lebih tinggi.
Yah, syukur," ujarku cuek, kapan?" Tanyaku sekedar untuk berbasa basi. Bukannya nikah itu anugerah pikirku, kenapa sepertinya di permasalahkan oleh anak buahnya.
"3 bulan lagi pak, itu calonnya...kasir yang sedang di depan, " ujar teddy, sambil terus tertawa seperti meledek.
"Depan mana?" Ketusku, merasa terganggu dengan apa yang diutarakan teddy yang menurutku memberi informasi setengah setengah.
"Didepan toko mana?" Seberang?" Bukannya itu kodam?" Tanyaku lagi.

"Kasir kita pak, sinta," jelas teddy sambil menengok ke arah depan. Takut jika ketahuan oleh pak Erwin.
"Loh...bukannya tidak boleh untuk menjalin hubungan dalam satu toko," jelasku tertegun.
Sinta memang cantik untuk ukuran orang sunda. Raut mukanya sangat sunda dan benar-benar ciri khas seorang mojang priangan. Kulit kuning lansat, kurus semampai, mempunyai lesung pipit di pipi kanan dan kiri, rambut yang terurai panjang dan mempunyai muka yang oval. Bibir yang mungil kecil melebar ke samping jika tersenyum, hidung mancung, ditambah dengan dagu yang menjuntai bagai lebah bergantung. Tatapan mata yang besar dan sayu dengan di hiasi oleh bulu mata yang lentik. Siapa yang tidak tertarik, pertama kali pun menatapnya aku memang tertarik. Tapi ya sudahlah ternyata sudah milik seseorang. Apalagi milik kepala toko, orang yang paling berwenang di toko ini. Ada rasa kecewa di mataku dan hal tersebut tertangkap oleh teddy.
Teddy pun tertawa.
" tenang pak, masih banyak yang cantik di sini. Costumer yang datang juga khan cantik-cantik pak," seru teddy mentertawakan kekecewaan ku.
Merasa di tertawakan oleh bawahanku, aku pun pura-pura berpikir dan mengalihkan perhatian ke tugasku,
" oke ted, nanti kita cari cewek cakep ya," pura-pura cuek menanggapi info yang di berikan teddy. Teddy pun berlalu ke area selling dengan membawa sekardus air mineral 800 ml.
Banyak yang terjadi seperti hal yang barusan di info oleh Teddy. Kepala toko mempunyai hubungan dengan kasirnya ataupun asst kepala tokonya. Hal tersebut sudah diingatkan oleh tim HRD ketika training. Jika hal tersebut terjadi, salah satu harus mengalah untuk keluar dari perusahaan atau di alihkan ke toko atau cabang lain.
Aku pun tersenyum, yah...drama percintaan di sebuah toko pasti terjadi, tidak aneh," pikirku.
“Apakah di tempat ini aku akan mendapatkan drama percintaan juga ya?” Tanyaku dalam hati. “Kemungkinan itu selalu ada dan pasti ada, entahlah..yang namanya jatuh cinta pasti suatu saat aku akan mengalaminya seperti yang sudah sudah” jawabku dalam hati, sambil tersenyum dan menggeleng, merasakan ketololan ku sendiri atas pertanyaan dan jawaban ku sendiri.
Untuk urusan percintaan sebenarnya terakhir aku alami ketika di Sekolah Menengah Umum. Mungkin saat itu hanya cinta monyet antara kakak kelas dan adik kelas. Pacaran nya pun hanya sehabis pulang sekolah dan itu pun hanya jalan bareng, jajan bareng, makan bareng. Thats all. Ketika kuliah juga, pacaran pun sepertinya menjadi hal yang mahal buatku. Mana ada yang mau pacaran dengan anak kost. Uang bulanan pun hanya habis untuk biaya makan diriku sendiri dan itu pun masih harus irit, gimana mau pacaran? Apalagi perempuan kampus yang terkenal pemilih, sangat jauh untuk bermimpi cari pacar di dalam kampus.
Aku pun mengamati satu persatu kasir kasir yang ada. Perempuan dua orang, satu orang sudah jadi jodoh Pak Erwin. Kasir yang satu lagi Tini, tampangnya biasa biasa aja dan tidak ada chemistry sama sekali. Dengan kulit pucat, rambut lurus dan badan pun lurus kurus kerempeng. Namun Tini sangat pintar untuk berkomunikasi dengan customer. Pelayanannya pun excellent sekali, dalam beberapa hari bergabung di toko ini, Tini merupakan kasir yang memang menjadi pusat perhatian ku. Terutama dalam hal up selling. Rasa penasaran untuk bahan pelajaran ku untuk bahan training team spg yang pada nantinya akan menjadi beban ku di toko toko yang akan di embankan kepadaku. Aku pun harus belajar banyak dan memperhatikan apa saja yang menjadi daya tarik seorang spg atau kasir dalam menarik perhatian customer supaya bisa berbelanja di toko. Apalagi dalam hal up selling. Bagaimana caranya kasir membujuk customer supaya bisa menambah belanjaannya, bagaimana kasir memikat customer dengan promosi yang ada, bagaimana kasir mampu mengalihkan perhatian customer ke barang selain yang ia cari.
Siangnya,...
Sambil menunggu giliran untuk beristirahat, aku pun berdiri di area kasir dengan memperhatikan customer yang masuk dan akan membayar di kasir. Sebelumnya aku berkeliling diantara gondola gondola barang untuk melihat apakah ada barang-barang yang tidak face out (penuh ke depan). Jika memang ada, aku pun dengan sukarela dan ringan tangan untuk memperbaiki langsung tanpa harus menegur team service atau kasir yang bertugas. Mereka juga ada fokus area yang harus di tangani seperti mengisi barang yang kosong atau membersihkan beberapa shelving di area gondola. Itu pun bisa di mengerti, karena seorang pemimpin tidak hanya berkerja dengan hanya memerintah namun ia juga harus bisa turun dan membantu teamnya. Itu prinsip yang saya pelajari dan pegang teguh.
Tujuan ku pun untuk berkeliling gondola juga adalah untuk berusaha mempelajari berbagai ragam barang, mencoba mencari barang barang yang memang sering laku terjual, susunan pajangan barang. Sebagai seseorang yang pemula, aku yakin dengan sering berkeliling dan mempelajari tingkah laku customer dalam mencari dan memilih barang serta mengingat barang barang yang fast moving (laku) adalah merupakan cara cepat bagiku untuk beradaptasi di dunia retail. Terakhir aku pun mendekati area telur yang kebetulan memang berdekatan dengan area kasir. Aku pun berusaha untuk mengingat pengoperasian timbangan telur dan caranya untuk meperlakukan telur, supaya tidak pecah serta teknik memajang telur.
Khusus hari ini, setelah menyelesaikan tugas yang di berikan oleh Pak Erwin, aku mempunyai target untuk mempelajari customer dari dekat. Aku pun memposisikan diri sebagai pelayan di bagian telur. Beberapa tray (tempat telur) sudah aku pindahkan posisinya untuk memaksimalkan pajangan telur. Namun...
Perhatian ku teralih dengan lewatnya customer perempuan. Dia menatap ku dan tersenyum.
“ Ini senyum hari ketiga yang selalu ia berikan kepadaku ketika masuk kedalam toko.” Pikirku sambil membalas senyumnya.
Namun ada suatu perasan menyeruak di dalam hati di tambah pertanyaan yang membuat simpul simpul saraf di otakku berkerja lebih keras untuk menjawab pertanyaan tersebut,
“Apakah ia tersenyum hanya sebagai senyum sopan santun seorang mojang priangan, atau memang ada sesuatu.” pikirku kembali
Dia cantik, berkulit putih seperti ku, mempunyai badan yang menarik seperti kebanyakan perempuan yang merawat dan memperhatikan tubuhnya, berwajah oval, mempunyai sebentuk bibir yang seksi serta mempunya sepasang mata indah. Belum lagi rambut hitam legamnya yang panjang dengan diikat gelang rambut berwarna pink-atasan kaos casual berwarna putih dengan balutan celana jeans-sangat serasi sekali dengan bentuk tubuhnya.
Inisiatifku mengalahkan segala apapun kali ini. “ted..tedi..bisikku setengah berteriak.
Tedi kebetulan berada di gondola non food yang secara tidak langsung berada dalam satu lorong lurus dengan tempatku. Tedi dengan wajah bulat dan mata sipitnya tiba tiba muncul dibalik gondola.
“aya naon bos...serunya setengah berteriak dan masih memegang satu bungkus pewangi pakaian.
“Kemari sebentar, segera..sangat penting dan penting sekali,” seruku sambil tersenyum karena geli karena kekagetanku yang melihat kepala tiba tiba muncul dari balik gondola. Tersenyum juga karena apa yang akan aku katakan berakibat malu pada diriku sendiri. Namun pikiranku pun saat ini penasaran “siapakah dia dan masa bodoh apa yang akan di katakan anak anak toko kepadaku kali ini”
Tedi yang dengan gaya khas berjalannya pun mendekat.
“Ted, kenal nggak, customer itu?” tanyaku sambil berbisik dan menatap sang gadis yang saat itu tengah berada di shelving depan sebuah gondola, tengah memperhatikan sebuah parfume brand terbaru. Tedi pun memperhatikan perempuan yang tengah aku perhatikan dan ia pun tersenyum.
“kemarin dia bertanya tentang bapak...saya lupa menyampaikan. Namanya Nia pak. Dia spg sebelah minimarket kita loh pak, cantik ya pak.” Jawab Tedi yang seperti biasa memberikan sebuah senyuman yang semakin lama semakin membuat kesal aku memandangnya. Entah senyuman simpati, mengejek atau memang bawaan orok.
“bukannya di kenalin dari kemarin tedi..tedi...iya cantik,” jawab ku sedikit ketus karena kesal dengan senyum yang di tampilkan selalu Tedi. Aku pun berkesimpulan bahwa senyumnya tedi merupakan bawaan orok dan tidak bisa di ubah.
Merasa seperti di perhatikan, tatapan perempuan itu pun beralih ke kami. Aku pun sedikit nervous, sambil sedikit berteriak “ Ted, tolong ambilkan satu tray lagi telor. Belum penuh nih” seru ku salah tingkah
“siap pak.’ Seru tedi sambil tersenyum seperti biasa.
“tolong telornya dong pak, 1 kilo saja,” seru seseorang perempuan yang tiba tiba bersuara dari belakang ku. Aku pun terkesiap sebentar dan mencoba untuk menguasai diriku. Aku pun menolah dan ternyata tebakan ku benar. Nia sudah berdiri di belakangku dan memberikan sebuah senyuman yang membuat ku terpana.
“Pak, tray nya pak....” Suara jeleknya tedi membuyarkan pandanganku.
“Ya Ted, bentar ya mbak,” Jawabku setengah terbata sambil memegang plastik telor dan mencoba untuk memilihkan telor yang terbaik untuk nya.
“Ini Pak Ari Nia, dia masih training Manajerial toko... Pak Ari ini Nia, kemaren dia nanyain bapak..”Jelas Tedi mengulangi kembali info yang ia berikan kepadaku. Sebenarnya aku pun tidak berkeberatan di bantu untuk memperkenalkan diri. Namun saat ini sepertinya harga diri laki laki ku jatuh. Hal yang sama juga terjadi di diri Nia, perkataan Tedi juga membuat dia bersemu merah dan menambah daya tarik kecantikannya. Namun sebelum semuanya menjadi salah tingkah dan serba salah serta diam, akupun menyodorkan tanganku untuk berkenalan
“Hai, saya Ari...benar apa yang di katakan oleh Tedi. Oh ya boleh saya bantu ambilkan telornya ya,” seruku dan sebenarnya terkesan berbasa basi karena dua buah telor sudah aku masukkan kedalam plastik telor. Dia pun hanya tersenyum dan menjabat tanganku.
“Nia, saya spg sebelah,” Jawabnya singkat. Namun ada sesuatu yang pada akhirnya membuat ku hilang chemistry dan berubah untuk bersikap seperti biasa aja. Pikiran ku sebelumnya kubuang jauh jauh dan mencoba memaksakan senyum. Tanpa berkata kata lagi aku pun langsung memasukkan beberapa telur dan menimbangnya. Aku pun mengucapkan terima kasih dan menyarankan Nia untuk menuju kasir terdekat. Sambil tersenyum ia pun berlalu ke arah kasir.
“Gimana pak,” seru Tedi, kembali mengagetkanku untuk kesekian kalinya
“cantik ya pak,” lanjutnya kembali menegaskan pernyataan yang ia buat sebelumnya.
“Nenekmu peot cantik, hadeuuuh....kalau tidak bicara dan hanya diam saja sih cantik, Cuma kalau sudah bicara...nggak dech...” Ujarku sambil menggeleng gelengkan kepalaku dan mataku masih tidak lepas memandangnya. “ sayang ya ted, cantik-cantik kok giginya gak di rawat,” ujarku maratapi
“ha ha ha...kita semua disini sudah tau pak,” Sahut Tedi sambil berlalu dari sampingku dan menuju back office. Sebentar lagi kabarnya bakal tersiar diantara teman teman tim service dan menjadi bahan olok olok besar hari ini.
Kesokan Harinya...
            Masuk pagi, masih berpartner dengan pak Herman. Pagi ini cerah sekali, matahari sudah bersinar lebih terang dari sebelumnya. Tidak ada awan hitam yang menghalangi bahkan angin pun tidak berhembus sama sekali, di kalahkan oleh sinar buasnya sang mentari. Satu shift pagi ini semuanya aku yang handle, tidak ada yang terlewat, tidak ada masalah dalam hal administrasi. Mungkin aku harus belajar mengenai masalah analisa, selling area dan penanganan serta pelayanan ke costumer pikirku. Dalam dunia retail hal tersebut yang paling penting. Aku harus menguasai product-product apa saja yang fast moving (lebih cepat terjual), analisa stocknya, analisa kebutuhan costumer dan lain-lain. Aku harus incharge di area selling, membantu dan memperhatikan prilaku costumer yang datang.
Hari ini sabtu week end, kunjungan ke toko lebih ramai dari hari biasanya. Pak Herman dan aku juga incharge di selling area. Memperhatikan perkerjaan tim servis dan kasir serta memperhatikan costumer agar tidak ada yang mencuri atau pun membantu costumer yang sedang mencari produk. Aku pun selalu mobile(bergerak keliling di dalam toko) untuk face out (mengusahakan barang agar tampak di depan biar mudah dilihat dan diambil oleh costumer) barang-barang yang sudah di ambil costumer. Ataupun mengambil stock di belakang kembali jika memang stock pajangnya sudah menipis. Hal ini juga untuk mengantisipasi pergerakan pencuri yang coba mengambil kesempatan dalam moment ramai di toko seperti ini. Hal ini kupelajari dari pak Herman dan Pak Erwin, karena aku lebih sering bertanya secara detail ke mereka.
"Tidak ada masalah, besok aku pasti bisa sendiri mengambil shift," pikir ku.

Di tengah hari, mobil distribusi logistik pun datang. "Ayo, olahraga," seru anak-anak tim service.
Jika ku perhatikan jadwal datang barang dan jadwal absensi anak-anak. Pak erwin dan pak Herman mengatur jadwal anak-anak ketika datang barang, tidak ada yang off, semuanya masuk.
"Biar barang bisa di pajang semua," jawab Pak Erwin ketika ku tanyakan. Karena tiap anak-anak tim service mempunyai tanggung jawab department. Setiap anak merangkap 4-5 departement. Untuk food seperti milk (susu), breakfast (department makanan ringan untuk sarapan), noodle (mie) and baking soda, snack and baverage, candy's and convectionary (coklat, permen, dll makanan kecil), drink, dll. Serta non food seperti detergent, insect killer, one price, mouthfresh, hairfresh and bodyfresh, parfume, dll.
Mobil logistik hanya ada satu sopir saja merangkap sekaligus pick up barang di bantu oleh tim toko. Manajerial toko pun turun untuk pick up barang tidak terkecuali. Setelah barang di turunkan sesuai dengan dokumen jumlah koli yang kirimkan pusat ke toko. Maka barang pun di cek sesuai dengan surat jalan atau BSTB (bukti Serah Terima Barang) yang di cek oleh tim toko. Manajerial juga menyerahkan satu amplop titipan dokument untuk pusat yang isinya BSTB kirim barang hari sebelumnya, PO yang sudah di input hasil print out, serta laporan-laporan lainnya seperti klaim pengeluaran kas kecil ataupun klaim transportasi atau perjalanan dinas dan lain-lain.
Jika dalam keadaan datang barang, toko sangat acak-acakan. Tumpukan kardus memenuhi lorong setiap departement yang membuat terkadang menyusahkan costumer untuk lewat. Namun tidak ada solusi untuk hal ini. Jika di tumpuk di gudang, gudang kecil dan takut tercampur dengan brg lain ataupun terselip. Mungkin pihak manajemen pusat dapat memikirkan solusi yang tepat sehingga tidak mengganggu atmosfer dan kenyamanan costumer dalam berbelanja.
Aku pun membantu, sekaligus belajar untuk display barang yang menarik. Mencoba kecepatan memajang produk, ketepatan sesuai dengan lay out md yang sudah di berikan, cek barang yang tidak ada sku nya biar di buatkan sku. Hal tersebut semuanya indikator penting untuk kesiapan menjual barang di jam-jam ramai sesudahnya. Ketersediaan barang, kerapihan dalam memajang, ketepatan memajang biar dilihat costumer, sku yang menunjukkan harga barang. Poin-point penting yang harus aku ingat selamanya jika ingin serius berkecimpung di dunia retail. Hari yang melelahkan, semua aspek memang di kerjakan jika berada kerja di retail. Apalagi posisi manajerial toko, semua di handle.
            “Pak Ari, ada yang nyari,” seru Tini dari meja kasir. Semuanya menoleh ke arah suara
            “suitt suittt....” Seru Tedi ketika melihat siapa yang mencari pak Ari. “Pak Ingat pak, ada patilnya loh pak,” sambung Tedi setengah berbisik dan tertawa mengikik
            “Tumben Pak Ari ada yang nyari,” seru Ari sambil tertawa dan berlalu dengan membawa satu kotak barang berisi air mineral 600 ml
            “Wah, mudah mudahan dikasih kue atau makanan kecil pak, untuk kita istirahat sehabis nguli,” Seru Andi setengah berbisik sambil meletakkan beberapa stock detergen di atas Gondola.
Andi merupakan salah satu team service yang berperawakan paling tinggi namun tetap kurus diantara semua anak anak toko. Karena tinggi dia sering mendapat tugas mengambil atau menumpuk stock barang di atas atas gondola. Hal ini berbeda terbalik denga Ari yang kurus namun pendek. Rata rata anak anak toko disini mempunyai sifat periang dan mudah sekali berkerjasama satu dengan yang lainnya serta ringan tangan. Pak Erwin sebagai kepala toko juga mempunyai fokus penekanan pada kerjasama team namun penuh canda tawa. Sehingga tidak heran jika kerja berat seperti ini dengan tertawa semuanya mudah dilakukan. “Teknik yang jitu sekali untuk memanage sebuat team,” pikirku.
Aku tertawa mendengar penuturan anak anak. “Tidak ada salahnya lah untuk berteman dengan Nia,” pikirku
“Ada apa Nia?” tanyaku berbasa basi
“ini pak, tadi mama dirumah buat beberapa panganan kecil tradisional, lemper, mungkin bapak suka kali,” Jawab Nia, sambil menyerahkan satu bungkusan besar dengan isi beberapa buah lemper.
“wah, serius. Hebat mama mu bisa bikin lemper,” Jawabku yang masih berbasa basi, sambil tersenyum mencoba untuk memandangnya dan menepis rasa tidak suka akan penampilan yang ada di depanku. Ku coba hanya untuk memandang sepasang mata dan kilatan keningnya saja.
“ya kalau bapak suka, ya gak apa apa pak,” Jawabnya sambil setengah memaksa menyodorkan bungkusan tersebut.
“banyak sekali Nia, serius...ini gak apa apa nih,” Seruku kembali berbasa basi. Sambil menerima dan mencoba untuk membuka sedikit bingkisan tersebut, lalu kembali menatap sepasang matanya.
“iya pak, untuk bapak kok, mama sudah mentip kan pesan,” sahut Nia
“sudah ya pak, selamat berkerja,” Seru Nia kembali sambil membalikkan punggungnya untuk keluar dari toko.
“sampaikan salam ya untuk mama dan terima kasih atas bingkisannya,” seruku sambil menatap punggungnya dan Nia pun hanya melambaikan tanggannya sambil berlalu ke arah toko nya.
“Pak...bapak...” Seru Tini, mengingatkan ku bahwa Tini ternyata ada disebelahku dari tadi.
“yakin bapak mau makan? Hati hati loh pak..siapa tau pelet,” seru Tini sambil menutup mulutnya menahan tawa.
“iya juga ya,” pikirku. “Ini kan daerah masih kampung, siapa tau magic nya masih kuat” pikirku kembali.
“Andi, Tedi, Ari...nih ada makanan, kalian makan gih,” seruku setengah berteriak. Ternyata tanpa di komando anak anak pun sudah ada disekitarku sambil memasang muka paling mengesalkan yang pernah aku ingat.
“kaya gak pernah makan enak aja kalian,” seruku sambil tersenyum dan menyerahkan biingkisan tersebut ke mereka.
“ya bapak pilih aja, mau kena pelet dan nikah sama dia, atau mau aman aman aja,” seru Ari dan tedi pun mengangguk kan kepala mengiyakan karena mulutnya sudah penuh dengan setengah lemper yang sedang dikunyah. Tini dan Siinta pun tidak ketinggalan mengantri mengambil bingkisan tersebut.
“lumayan lah ada tambahan makan siang, Makasih ya pak” seru Tini smbil berlalu dan kembali ke rutinitasnya bersama dengan dengan Sinta.
Lemper nya pun mulai berpindah tangan ke Pak Erwin dan Pak Firman dan Syukurnya tidak menunggu lama pun sudah tinggal bungkusnya saja. Aku pun karena percaya kepada sugesti yang beredar di masyarakat Indonesia, yang pada akhirnya Alhamdulillah tidak merasakan satu pun lemper.
Menjelang jam Lima sore, selling area dan lorong di beberapa gondola sudah clear dari barang datang. Salut untuk team toko ini. Mereka kerja cepat, tau mengkondisikan barang, fokus dengan barang barang yang kosong. Mereka juga sekarang tengah memajang stock barang di gudang untuk bisa mudah menemukan jika memang barang di selling area kosong.
Estimasi dalam pengorderan barang juga tepat. Pak Erwin dan Pak Herman fokus pada barang barang yang memang menjadi fokus kebutuhan masyarakat yang paling banyak di cari. Mereka juga tau barang barang yang fast moving sehingga mereka tidak akan kekurangan barang untuk 3 hari kedepan. Pengisian barang pun, mereka tepat sehingga hanya barang laku yang mereka pajang. Hal ini menjadi perhatian ku sendiri dan menjadi catatan ku sepanjang aku berkecimpung di dunia retail.
“Pak, ada info terbaru, terupdate dan terkini pak, “Seru Tini membuyarkan lamunanku. Tini tiba tiba ada di meja kasir karena sebelumnya ia ijin untuk makan di luar.
“Ya tin,” jawabku singkat.
“tadi itu sebenarnya lemper perpisahan loh pak, ternyata si Nia resign dan sore ini sudah jalan ke Cikarang. Dia kerja disana,” Jelas Tini.
“ooooh,” jawabku singkat. Sambil menyunggingkan sebuah senyum tanpa arti yang memberikan tanda supaya Tini tidak bisa menebak apa yang sedang aku pikirkan.
Padahal dalam hati aku sangat bersyukur karena jujur masih sangat takut untuk menjalin hubungan dan takut untuk di kejar kejar wanita. Aku sadar, karena aku orang yang tidak bisa menolak jika seseorang sangat baik terhadapku. Walaupun memang tidak ada niat untuk menjalin hubungan kelangkah yang lebih serius. Namun juga takut untuk menyakiti hati seorang perempuan. Oleh karena itu aku tidak berani untuk terus bersikap serius jika memang ada wanita yang memperhatikan dan mengajakku ke hubungan yang serius.
            “oooh aja si bapak mah,” Seru Tini, sambil membalikkan badan dan melangkah ke arah back office untuk seterusnya mempertanggung jawabkan perkerjaanya ke Pak Herman dan Pak Erwin untuk menghitung uang Penjualan pagi ini. 

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO