Iklan

Sunday, December 16, 2018

DONGENG MERPATI MAS DAN MERPATI PERAK DALAM CERITA TUAN PUTRI DIDALAM KULIT MUTIARA Bagian Ke-tujuh


Setelah berpakaian dan meletakkan kulit mutiara tersebut, Merpati mas berusaha untuk membuka kulit mutiara tersebut. Namun setelah dicoba beberapa kali tidak dapat terbuka jua. Dengan heran dia menaikkan kembali kulit mutiara tersebut ke tempat yang lebih tinggi agar bisa terkena sinar matahari dan kembali berusaha untuk membuka kulit mutiara tersebut. Namun ia pun kembali gagal, dengan terheran heran ia pun meletakkan kulit mutiara tersebut dengan maksud untuk menjemurnya agar kering. Merpati mas bersama dengan anak raja lainnya pun menunggui kulit mutiara tersebut.

Melihat hal tersebut, Merak mas pun berkata,
Jikalau memang kosong
Hamba yang akan menanggung
Tiadalah hamba bicara bohong
Banyak terima kasih hamba menjunjung
Siapa yang dapat itu jodohnya
Tak dapat tiada ada isinya
Masakan rumah tiada orangnya
Jikalau tiada ada hamba gantinya

Adapun tersebut, Tuan Putri Budi Wangi yang berada didalam kulit mutiara bersama dengan dayangnya Tun Delima dan Tun Anggur, biasanya setiap hari selalu membuka kulit kerang tersebut untuk melihat apakah air telah surut atau belum. Namun sudah lima hari ini mereka merasa enggan dan malas, sebab mereka berpikir bahwa negeri mereka masih banjir dan belum surut.

Itulah sebabnya Tun Anggur pun berkata kepada Tun Delima,“Ya Tun Delima, kita bertiga sampai kapan melihat daratan dan bertemu dengan manusia lagi.”

Tun Delima pun menjawab, “Hai Tun Anggur, jangan bicaramu melantur, jikalau diingat yang demikian, tentulah menjadi teringat jua dengan si Merak Mas dan ibu bapak kita tentu niscaya semakin sedih pikirannya. Bicaramu ini suka membikin resah dihati, terlebih baik kita menghibur diri dengan bermain pantun.”

Tun Delima pun akhirnya bersyair,
Yang sudah biarlah sudah
Jangan suka jadi penggoda
Kalau menggulung yang tiada faedah
Baik lipurkan hati yang gundah
Karena kita disini tamatlah sudah
Hati pun belum rasanya rendah
Kalau manusia kemari tiada
Apalah halnya pikir dalam dada

Lalu dijawab Tun Anggur dengan bersyair juga,
Jikalau pagi mengharap malam
Sebab pikiran terlalu kelam
Menjadi rusak hati didalam
Sampainya kapan melihat alam
Jikalau malam mengharap siang
Sebabnya hati sangat terbayang
Jikalau tiada nyawa kusayang
Niscaya ruh ku sudah melayang

Tuan putri pun menjawab pantunnya Tun Anggur dengan lirih,
Aku bernazar Sore dan Pagi
Siapa yang memungut aku tiadalah rugi
Badan dan nyawalah aku bagi
Aku buat suami demikian lagi
Siapa yang pungut padaku
Itulah tandanya yang bela nyawaku
Pada yang memungut itu jodohku
Biar sekalipun besi, kayu atawa paku

Setelah berpantun menangislah mereka, mengenang nasibnya mereka.

Syahdan, pada masa itu matahari bersinar sangat terik sekali. Sehingga panasnya langsung menuju ke kulit mutiara tersebut dan menjadi cepat kering. Karena Air yang tadi menyelimuti kulit mutiara tersebut sudah kering sehingga panasnya sinar matahari itu terasa sampai kedalam kulit mutiara tersebut sehingga dirasakan oleh putri dan kedua dayangnya.

Mereka pun berpikir,“Apakah sudah kering air ini, sebab biasanya dingin dan ini mengapa panas?”

Tuan Putri pun berkata,“Tun Anggur, cobalah diri pergi membuka dan lihat apa yang menyebabkan panas ini, kenapa tidak seperti hari biasanya,”

Tun Anggur pun bergegas membuka perlahan lahan, maka dilihatnya lah bahwa mereka tidak berada didalam air lagi malahan berada diatas tanah yang ada rumputnya. Maka senanglah hatinya Tun Anggur melihat hal tersebut, ia pun menutup kembali dengan perlahan lalu ia memberitahukan hal tersebut ke Tuan Putri,

“Ya Tuan Putri, cobalah tuan membuka sendiri, karena beta melihat suatu padang dan kita ini ada terletak diatas tanah yang ada rumputnya,”

Maka Tuan Putri Budi Wangi pun membuka sendiri dan bersuka cita hatinya meilhat yang terjadi sesungguhnya benar apa yang dikatakan Tun Anggur. Ia pun segera mengeluarkan kepalanya sampai sepinggang badan seperti keong. Melihat kesana kemari, ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa dirinya sudah diatas bumi serta terlihatlah olehnya banyak manusia tiada terkira. Karena merasa malu di saksikan banyak orang, maka masuklah kembali Tuan Putri ke dalam Kulit Mutiara.

Takjublah semua anak anak raja menyaksikan adanya manusia didalam kulit mutiara tersebut, apalagi yang merasa saksikan adalah Tuan Putri yang cantik paras mukanya, bagai digambarkan oleh syair,

Gilang gemilang kilau-kilauan
Rupanya tiada dapat dilawan
Bagai hati jadi tertawan
Sebab melihat lela (cantik) rupawan

Demikian juga Merpati Mas dan Merpati Perak, tatkala melihat rupanya tuan putri yang didalam kulit mutiara , tidak dapat berkata kata lagi Merpati Mas, seperti yang digambarkan oleh syair,

Serasa mendapat gunung permata
Tiada boleh lagi dikata
Serasa hilang sekalian anggota
Hatinya Merpati Mas bagai di getah

Betapa mujurnya nasib Merpati Mas dan itulah jodohnya.

Setelah anak raja melihat paras mukanya Tuan Putri, maka menyesallah mereka tiada terkira. Maka bermufakatlah mereka hendak berniat merampas Kulit Mutiara. Berkatalah Anak Raja Tunca Wasi pada anak raja Talala Saca,
“Baiklah kita merampas, kedua orang tersebut tidak seberapa kuatnya,”

Menyahutlah Buanda Nari,” sungguhlah seperti kata saudaraku, apalah gunanya kita hidup kembalike dalam negeri dengan tangan kosong, tiada membawa apa apa.”

Ngalangsa Kara pun menambahkan,”baiklah kita kerubungi mereka, masakan ia bisa melawan kita semua.”

“Sudahlah ia yang dapatkan dan sudah menjadi jodohnya  dan kita tiada beroleh. Janganlah merampok orang yang punya barang,” seru Banca Wangi menasehati.

“ Hai Banca Wangi, itulah tandanya kamu penakut, kelak engkau nanti yang kami kerubungi, ikutlah denganku jika engkau tidak mau di kerubungi,” Seru Anak Raja Warta Nali Marah.

Terdiamlah Banca Wangi merasa bahwa ia juga terancam dan tidak berani akan perkataan Raja Warta Nali.

Mendengan perkataan anak anak raja tersebut, Merak Emas pun merasa kasihan terhadap Merpati Mas dan Merpati Perak, maka berkatalah ia,

Masakan kami akan berdusta
Jikalau sudah dilihat nyata
Rasanya terbayang Tuan Putridi bulu mata
Akan mendapat gunung mahkota
Tuan putri itu namanya Budi Wangi
Yang dapat itu mau dikerubungi
Anak raja tiada pandai bersilam di sungai
Kasihan sungguh mari beta tulungi
Pada mutiara itu patik terbangi

Kedua bersaudara itu sebenarnya sudah mendapat firasat setelah melihat gelagat anak anak raja yang menatap tajam dan berbisik-bisik. Setelah Merpati Mas melihat rupa tuan putri, maka segera dihampiri dan berniat akan mengamankannya.

Pikir Merpati Mas,”Jika Merak Mas menerbangkan Mutiara ini, dapat tak dapat juga anak raja akan merampas. Dapatlah mereka melempar Merak Mas, sekalipun terbangnya tinggi juga pasti akan kena.”

”percaya tak percaya pasti para anak raja merasa sakit hati dan akan merampas padaku, biarlah aku mati, relalah sebab membela buat jadi Istri.” Pikir Merpati Mas kembali

Maka kedua bersaudara pun segera bersiap siap dengan mengencangkan sabuk dan mengikat baju mereka serta meninggikan kainnya sehingga hampir kelihatan celana pendeknya.

Melihat hal tersebut, Merak Mas pun berkata,
Ya tuanku Merpati Mas
Tuanlah budiman yang baik paras
Beta melihat terlalu belas
Sebab tuanku hendak di rampas
Hambalah ini seekor paksi
Tiada dapat membela dengan mengasih
Pada tuanku yang sangat perish
Kebaikan tuanlah ada masih
Sayang hamba seeokor unggas
Tuanku raja patik yang baik paras
Patik menjadi hambalah dengan ikhlas
Tetapi tuanku hendak dirampas
Jangan tuanku berbuat gegabah
Tuanku jualah raja hamba
Tetapi tuanku hendak di tuba
Hati tuanku jangan berubah

Merpati Mas berkata kepada saudaranya,”Ya Adinda alangkah baiknya adinda yang memegang mutiara ini, jikalau akan dirampas, biarlah kakanda yang melawan dahulu, kalau kakanda sudah mati barulah Adinda yang melawan.”

Maka kulit mutiara ini di berikannya kepada Merpati Perak, dengan berkata,” Ya kakanda, seperti yang kakanda katakan, tapi alangkah baiknya kalau adinda dulu yang melawan dari pada kakanda.”

Tiada mengapa, biarlah kakanda dahulu hadapi. Jikalau di rampas, relalah kakanda mati ditangan para bedebah itu,” Seru Merpati Mas kepada Merpati Perak

Setelah berbincang bincang, melangkahlah mereka membawa kulit mutiara menuju pada kampungnya. Melihat tuannya berjalan, maka terbanglah Merak Mas diatas kepala kedua saudara tersebut, mengikuti jalannya kedua saudara tersebut. Sayapnya yang lebar pun melindungi kedua saudara tersebut dan kulit mutiara dari cahaya matahari seperti sedang memayungi.

Diceritakan bahwa anak raja yang 32 orang itu jumlahnya sudah berjalan terlebih dahulu. Mereka berhenti dipinggir padang dimana sebuah pohon yang amat besar, hendak berniat menghadang jalan serta untuk merampas kulit mutiara pada kedua bersaudara tersebut. Terlihat bahwa kedua bersaudara tersebut tengah berjalan menuju ke tempat dimana para anak raja sudah berkumpul menghadang. Amat senanglah para anak raja, setelah sekian lama menunggu akhirnya kedua saudara tersebut sudah didepan mata. Setelah saling berhadapan, Merak Mas pun menghindar dengan terbang yang sangat tinggi. Ia berusaha menghindari agar tidak dilempar para anak raja sehingga bisa jatuh diatas kepala kedua bersaudara tersebut. Dari atas udara ia dapat melihat para tingkah laku anak raja dan kedua saudara tersebut dan berdoa semoga kedua saudara tersebut dapat menang mengalahkan para anak raja tersebut. BERSAMBUNG

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO