Iklan

Sunday, July 30, 2017

AAN KECIL “TRAGEDI DI RUMAH SAKIT (BAG 3)”

“Dari mana mah?” tanya Aan menyelidik sambil memperhatikan mama yang seperinya kedinginan. Mama terlihat pucat lalu dengan cepat memakai Sweater kesayangan mama. Sweater tebal polos berwarna biru sampai menutupi leher sudah sering aku lihat mama memakainya. Semenjak aku masih berumur 4 tahun dan masih kanak kanak, hanya sweater tersebut yang selalu menemani mama kemanapun mama pergi.
                   Mama yang sambil sedang memakai sweaternya menjawab,” Dari depan pos jaga suster an,” Jawab mama masih sambil merapikan sisi kanan dan kiri lengan sweaternya, lalu menyedekapkan tangannya tampak seperti orang yang memang menahan dingin luar biasa. Memang malam ini rasanya dingin luar biasa. Aku pun mengecek temperatur AC yang ada di atas  kepalaku. Tampak 24 derajat dan normal menurutku. Mama yang berada tidak jauh dari depanku tampak seperti orang kebingungan, melihat ke kanan dan kekiri tampak seperti mencari sesuatu. Lalu tertegun menatap wajah guanteng anaknya (hi hi hi...) dan mencoba untuk tersenyum. Melihat mama tampak seperti orang linglung, aku pun mecoba membantu, maklum aku orangnya rajin membantu orang tua dan tidak sombong, aku pun ikut ikutan menengok ke kanan dan kekiri lalu mampir dan tertegun melihat gadis cantik yang tengah tidur di seberang kanan ranjangku.

“hm, seksi dan tampak cantik sekali, kapan aku jadi pacarmu ya.” Pikirku sedikit jorok, lalu mengalihkan perhatianku karena ibunya yang tengah tertidur disofa samping tempat tidur anaknya menggeliat.

“lihat apa Aan, masih kecil udah mulai kotor otaknya.”

“lihat yang indah indah ma, kata ustad mubazzir jika tidak dilihat.” Jawabku sembarang mencoba untuk menghibur mama

“hm, bandelnya gak sembuh sembuh udah dikasih sakit juga.”

“he he he, baiklah mama. Iya iya bercanda. Mah...kenapa sih ma kok gak panjang berkoteknya malam ini? Tadi sudah jalan jalannya? Ada info terupdate dan termuktahir?” Tanyaku merentet panjang dan aku pun mencoba untuk memperbaiki posisi berbaringku dan mencoba untuk berbaring agak tinggi supaya bisa mendengan mama berkotek panjang.

“gak ada apa apa kok, besok dokter jam 9 pagi kontrolnya. Ya sudah mama bobo ya.” Mamapun lalu membentangkan selimut diatas tubuhnya lalu merapatkannya di bawah lehernya menutupi hampir semuat tubuh mama, lalu ia pun menutup matanya dan menikmati empuknya sofa di samping tempat tidurku. Aku pun hanya menatap mama heran, jam diatas meja kecil samping tempat tidurku pun menunjukkan jam 12 kurang 10 menuju tengah malam. Sedangkan diluar hujan rintik rintik pun masih berkonser ria membasahi bumi Palembang nan indah dan sejuk ini.

“mungkin mama lelah karena seharian ini menemaniku di rumah sakit ini, lagian dari sore sampai malam, mama tidak henti kemana mana bercengkrama dengan seluruh penghuni rumah sakit ini, seperti kontestan pemilihan gubernur yang terus bersafari menjelaskan rencana kerjanya mereka ke rakyat rakyat yang hanya mengerti harga sembako dan bahan bakan murah saja, yang lain mereka pun tidak mengerti.” Pikirku sambil kembali mengelusur kebawah dan coba untuk menikmati empuknya kasur dan bantal rumah sakit ini.

Aku pun mencoba untuk memandang keluar menembus kaca kamar tempat aku dirawat mencoba untuk melihat kegelapan malam yang menyelimuti taman di tengah faviliun ini serta bulir bulir air hujan yang mengguyur rata. Di tengah remang remangnya lampu teras pedesterian depan kamarku, aku pun menangkap sesosok tubuh sebaya denganku. Tampaknya ia tengah menengadah menatap air hujan yang jatuh di tengah taman tersebut. Ia pun memakai pakaian pasien seperti ku, aku pun terperanjat, “kok bisa?’ kok suster mengijinkan pasien bisa keluar kamar seperti itu,” Aku pun penasaran dan mencoba untuk mendekat ke arah jendela kamarku untuk memperhatikan anak tersebut, siapa tau aku bisa bermain main ditengah hujan seperti itu, ya minimal merasakan dinginnya terpaan air hujan walaupun hanya di tepi pedesterian. Namun ketika mendekat, yang aku lihat hanya lah pohon bonsai kaca piring yang tengah bergoyang goyang di terpa angin malam dan hujan.

“loh kok, aku yakin aku benar benar melihat anak sebayaku ada di tempat tersebut. Lama dan aku yakin benar dengan pandanganku. Lagian aku sudah capek tidur dari sore dan malam ini mataku benar benar tidak bisa di tipu. Aku pun bisa membedakan tanaman dengan tubuh seseorang apalagi sebayaku..

Rasa heran dan penasaran terus menerpaku sambil terus mengedarkan pandanganku untuk memastikan bahwa ada seseorang pasien sebayaku yang tengah berada di luar.

“mungkin orang tuanya tidak ada dan dia memanfaatkan waktu disaat suster juga tidak keliling.’ Pikirku untuk mengusir perasaan aneh dan penasaranku. Akhirnya ku pendam jauh jauh keinginanku untuk beranjak keluar mencari tau, kerena aku pun harus melewati tubuh mama yang tengah berada disamping tempat tidurku. Menggeser sofa tempat mama tidurku pun akan membangun kan mama, lebih baik aku kembali mencoba untuk tidur. Aku pun kembali menggelusur dan berbelok berbaring menghadap mama, yang otomatis pun aku juga menatap si gadis cantik yang juga tengah menghadap ku. Aku pun tersenyum melihat hal tersebut, perempuan tersebut tampak cantik dan bersinar di terpa lampu kamar ini dan sorot lampu pedesterian luar. Dibanding lampu kamar ini, lampu pedesterian luar tampak lebih terang di banding lampu kamar pasien. Mungkina maksud manajemen rumah sakit ini supaya pasien bisa tidur dengan tenang atau memang tadi sore  mama sudah mengatur frekuensi terang nya sehingga tidak terlalu menyilaukan di dalam kamar.

Namun tampak sesuatu menghalangi sorot terang lampu luar. Sesuatu yang seperti tengah memperhatikan ku dari luar kamar dan menempel dikaca jendela belakang ku. Sesuatu yang membentuk bayangan proyeksi anak kecil yang gelap pada bidadari didepanku. Aku pun mencoba untuk berbalik, namun tampaknya ada sesuatu yang membuat aku tidak bisa bergerak. Aku pun terus mengerang dan mencoba untuk melawan untuk berbalik, melihat siapa gerangan yang berusaha untuk memperhatikan ku dari balik kaca. Namun tetap saja tubuh ku tidak merespon. Keringat dingin pun mengucur diatas dahiku, badan ku pun terasa keram karena berusaha untuk terus melawan mengusir motorik motorik ototku yang tidak bisa bergerak mengikuti kemauan otak sadarku. Tidak ku perhatikan lagi detik detik jarum jam ku yang terletak di depan mataku yang betada diatas meja kecil, Aku hanya memperhatikan sesosok proyeksi bayangan hitam yang membekas gelap tersorot oleh lampu luar pedesterian dihadapanku yang tidak hilang dan terus memperhatikanku dari belakang. Pada akhirnya aku pun tersentak berbalik kebelakang sesuai keinginanku dan aku pun langsung menatap ke kaca jendela yang tampak kosong, bening dan tidak ada seseorang pun disana. HENING.......

Kulongokkan kepalaku sampai menempel ke kaca jendela untuk melihat kanan dan kirinya kamarku serta melihat ke bawah kaca. Siapa tau ada seseorang yang coba untuk mempermainkanku. Namun tidak ada seseorang pun yang ada, jelas itu adalah bayangan anak kecil sebayaku, dan tidak ada seseorang anak kecil sebayaku pun diluar. Serta memang tidak ada seseorang pun juga yang terlihat. Aku pun bingung, aneh dan mulai bermunculan pikiran pikiran aneh yang menerpaku. Aku pun merasa akhirnya lelah karena sudah mengeluarkan tenaga hanya untuk berbalik. Ku buang dahulu rasa penasaranku, yang  kurasa hanyalah rasa lelah yang luar biasa. Kuhempaskan tubuhku lalu ke tutup mataku dan melupakan apa yang barusan terjadi. Karena hanya itu yang bisa kulakukan saat ini dan kubuang juga jauh jauh rasa penasaran karena pikirku dengan tidur aku pun bisa melupakan apapun yang tengah terjadi didunia ini.

“An, gimana perasaannya? Sudah merasa sehat kah?” Tanya Mama pagi ini ketika ku baru membuka mata. Raut muka mama menampakkan muka penasaran menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Aku pun mencoba untuk merasakan semua hal yang ada di tubuhku, “everything is oke,” pikirku,namun nampaknya mama tidak sabar menunggu jawaban dari ku.

“kalau udah enakan, menurut mama lebih baik rawat jalan aja ya An, lebih fokus ngerawat aan dirumah. Mana di rumah khan banyak makanan, semua pasti diperbolehkan sama mama. Apapun yang aan minta, mama sediakan” lanjut mama tanpa sabar menunggu jawaban dari ku.

Tumben mama seperti ini, padahal baru satu malam dirawat dirumah sakit ini. Dikontrol dokter pun baru pagi ini dan ini pun belum datang dokternya.

“Mah, emang Aan sakit apa sih? Kalau masuk rumah sakit kan berarti agak parah, setidaknya ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Aneh si mama”

“Ya benar sih, mama juga tidak tahu sakit persisnya apa. Cuma kata dokter ya tipes. Kalau tipes ya memang yang di serang hati atau radang hati. Ya memang tidak semua makanan di perbolehkan sih An,”

“Nah itu tahu ma, terus memang kenapa kok maksa Aan pulang sih. Hm....ngomong ngomong Aan sih rada betahan, he he he,” Seruku sambil tersenyum menggoda mama. Namun mama tampaknya tidak terlalu menghiraukan gurauanku. Mama hanya memangdangku dan tampak ada nada cemas di raut mukanya.

Tumben, seru benakku, mama kok serius sekali tampaknya dan tidak menghiraukan gurauanku. Aku pun merasa ada yang disembunyikan mama sehingga mengganggu konsentrasi mama pagi ini

“Nanti mama obrolkan dengan papa An, mama perlu tukar pikiran dengan papa. Mudah mudahan papa ketika jam istirahat kantor bisa ke rumah sakit.” Seru mama sambil berjalan keluar menuju ke ruang suster jaga untuk meminjam telp.

Aku pun memperhatikan kepergian mama. Lalu pandanganku ku alihkan menuju wanita cantik yang tengah berbaring tidak jauh dari tempatku. Tampaknya ia masih tertidur pulas dan tidak terganggu dengan pembicaraanku dengan mama. Ibunya pun tengah membereskan selimut serta beberapa pakaian untuk ganti. Aku pun mengalihkan pandanganku tidak ingin di cap orang yan selalu ingin tau urusan orang lain. Tampak sinar matahari mulai bersinar terang menyinari koridor depan kamar tempatku dirawat. Teringat kejadian tadi malam dimana tempat anak sebayaku berdiri sambil memandangi derasnya hujan sudah mulai di terangi oleh sinar matahari pagi.

“siapakah anak itu?” Benakku bertanya 

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO