Iklan

Saturday, April 30, 2022

INDAH PADA WAKTUNYA



7 tahun aku abdikan pada perusahaan ini. Waktu yang tidak sebentar untuk meniti karir dan berjuang demi kemajuan sebuah perusahaan. Aku jalani jenjang karirku dari cabang satu ke cabang lain, dari area yang satu ke area yang lainnya. Susah senang aku telan bulat bulat, loyalitas waktu bahkan uang, pikiran bahkan fisik kuserahkan demi perusahaan ini. Semuanya memang berbuah manis namun pada akhirnya aku bagaikan bangkai busuk terbuang dan tidak berguna. Hanya karena satu kesalahan...satu kesalahan yang aku anggap tidak adil bagiku...bagi keluargaku...Tidak ada lagi penghargaan terhadap jerih payah, loyalitas, serta dedikasi yang selama ini aku berikan dan tanamkan pada perusahaan. Aku tersadar mungkin pandangan serta jalan pikiranku selama berkerja mungkin ada yang salah. Aku coba untuk me-reset ulang dari awal langkahku meniti karir di perusahaan ini. Dengan harapan bisa mendapatkan pelajaran dari hasil re-view ku ini sebagai bekal melangkah dan menatap masa depanku.

Aku mencoba meniti langkah awal berkerja selepas lulus sekolah, sebagai pramuniaga pada perusahaan retail minimarket ternama di negeri ini. Dengan mengucapkan syukur aku pun memantapkan hati untuk berkarir. Bukan tanpa alasan aku berikrar. Mencari perkerjaan dengan berbekal ijazah SMA sangat sulit. Setiap tahunnya harus bersaing dengan para "fresh graduate". Belum lagi aku tidak punya keahlian dan pengalaman lebih karena aku hanyalah lulusan SMA. Mengoperasikan komputer dan aplikasi perkantoran saja yang aku bisa. Itu pun terkadang aku sudah lupa karena jarang menggunakan komputer.

"Maklum, bukan orang yang berada, orang tuaku belum mampu membelikan komputer," jawabku, jika ada teman-temanku yang menanyakan.

Aku sadar perlunya menguasai komputer di jaman ini. Hampir setiap teman-temanku membicarakan perangkat komputer dan teknologi-teknologi lainnya. Belum lagi menjamurnya demam internet di kalangan anak anak teman sekolahku. Aku hanyalah menjadi pendengar yang paling setia jika teman-temanku bercerita mengenai internet, chating, facebook serta satu lagi yang baru muncul yaitu twitter. Semua cerita teman-temanku adalah bagai bayang-bayang mimpi dalam angan-anganku.

Kami termasuk keluarga yang berekonomi pas-pas-an, mengeluarkan uang 1000 rupiah pun, keluargaku masih berpikir dua kali. Maklum ayah merupakan tukang becak yang mangkal di pasar Weru Plered Cirebon, sedangkan ibu hanyalah sebagai pembantu di salah satu toko kue dan jajanan ringan Pasar Weru juga. Aku mempunyai dua orang adik perempuan yang sekarang ini masih bersekolah di bangku SMP dan yang paling bungsu baru duduk di bangku Sekolah Dasar. Lepas sekolah, aku selalu menyempatkan diri untuk membantu di toko kue tempat ibu berkerja. Untungnya majikan ibuku selalu menerima dengan tangan terbuka. Ada saja yang dapat ku lakukan, memindahkan box karton yang berisi kemasan kue jadi ke dalam mobil, mengolah adonan, membersihkan toko dan pabrik pembuatan kue, membantu melayani pembeli ataupun mengambilkan sesuatu barang dagangan di rak-rak toko, sepanjang di butuhkan dan sesuai kemampuan dan kekuatanku sebagai anak anak. Waktu untuk ikut nongkrong ataupun bermain di warung Internet untuk melihat serunya bermain dalam dunia maya pun tidak sempat ku lakukan. Aku menyadari suatu waktu aku harus bisa mempelajari dunia tersebut. Tapi selama aku masih bersekolah, ku pikir belum waktunya. Mungkin nanti ketika aku berkerja...

Tiba saatnya aku harus membantu orang tuaku. Melepas beban mereka berkerja untuk menghidupi keluarga dan sekolah adik-adikku. Selepas lulus sekolah ku tanamkan dalam hati dan pikiranku untuk tidak menjadi pemilih dalam menerima perkerjaan. Se realistis mungkin berpikir, berkerja serta berdoa, sadar bahwa aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah seorang anak miskin yang ingin keluar dari kesusahan, berusaha mencari perkerjaan untuk membantu keluarga terutama adik-adikku menamatkan sekolahnya, serta berusaha menyisihkan sebagian dari rejekiku ditabung untuk masa depan. Itu saja yang aku minta.

Bersyukur aku mendapatkan perkerjaan yang tidak jauh dari rumah. Kebetulan di daerah pasar Weru berdiri minimarket baru yang membutuhkan pramuniaga. Aku pun mengisi lowongan pekerjaan tersebut. Tidak sulit sebenarnya, karena aku sudah terbiasa membantu di toko tempat ibuku berkerja. Ringan tangan, mudah beradaptasi, ramah terhadap pengunjung serta kejujuran, merupakan modalku dalam berkerja.

Tahun demi tahun ku jalani, sudah beberapa cabang toko minimarket dalam satu perusahaan di area Cirebon yang sudah merasakan tangan dinginku. Biasanya memang untuk pramuniaga yang di anggap paling rajin dalam satu area, akan di rolling untuk perbantuan di tiap-tiap cabang. Sebagai bentuk penghargaan dan contoh bagi pramuniaga di cabang-cabang lain agar lebih termotivasi, memperbaiki produktivitas dan pelayanan dalam berkerja.

Secara logika memang pramuniaga lebih nyaman jika bertukar pikiran dengan sesama teman pramuniaga dibanding dengan atasan mereka. Timbul perasaan segan sehingga jarang bertanya, tidak inisiatif dan hanya menunggu perintah. Aku lebih memilih mencontohkan pola kerja kepada teman-temanku sesama pramuniaga, walaupun berstatus sebagai perbantuan. Aku mencoba untuk selalu berbaur dan beradaptasi sesama pramuniaga supaya tidak timbul anggapan bahwa aku yang paling rajin, pintar dan sok menggurui. Dengan cara tersebut pelan-pelan aku mengubah pola kerja teman-temanku dan berhasil. Semua Kepala toko dan spv area Cirebon selalu memuji sikap kerja dan tanggung jawabku. Tidak heran jika area Cirebon mendapatkan predikat area toko terbaik. Hal ini sebenarnya berkat ide dan hasil kerja dari Spv Area Cirebon yaitu Pak Agung. Hormat, respect serta kagum terhadap kepemimpinannya, sehingga mampu untuk mengubah wajah area terutama team.

Ide-ide kreatif, membangun, serta memotivasi team-team di bawahnya patut aku contoh. Ide untuk perbantuan bagi pramuniaga yang dinilainya mempunyai prestasi ke toko-toko yang bermasalah pun cukup berhasil. Wajar jika untuk bawahan seperti aku mengagumi figur contoh seorang pemimpin. Contoh figur yang dapat mempengaruhi karakterku dalam berkerja, berpikir dan memutuskan jika suatu saat aku menjadi pemimpin. Satu hal nasehatnya dalam suatu briefing yang aku ingat... 

"setiap orang adalah pemimpin, pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga serta orang lain. Semuanya mempunyai tanggung jawab yang sama dan mempunyai jumlah keadilan yang sama pula, oleh karena itu harus adil dalam bertindak dan memutuskan sesuatu, karena kita tidak tau bahwa keputusan kita bisa jadi merupakan keputusan yang salah atau benar. Karena setiap tindakan pasti ada akibatnya."

"Selalu berpikir tenang, komunikasi dengan atasan dan sesama teman. selalu belajar memperbaiki diri, belajar dari suatu kesalahan dan kegagalan dan jangan pernah putus asa...itu jalan menuju sukses. "Nasehatnya pada suatu briefing kunjungan ke toko kami. 

Kemudian ia pun melanjutkan

"Suatu saatnya nanti, kalian pasti akan dapat gilirannya untuk menjadi pemimpin, minimal pemimpin suatu keluarga ataupun di berikan amanat untuk memimpin team dalam perkerjaan, Oleh karena itu, dari sekarang kalian terus belajar dan belajar, retail banyak yang harus kalian pelajari. Tidak harus dari buku, tapi dari kenyataan sehari-hari yang kalian rasakan di toko. Jeli dalam mengamati kebutuhan kostumer, kritis jika melihat barang yang laku tapi minim stocknya, kritis jika melihat sesuatu yang mengganggu kenyamanan costumer dalam berbelanja, tahu mengenai barang-barang yang paling laku terjual, kritis dalam melihat perubahan kompetitor."

"Terakhir adalah amati toko kalian sendiri dari kacamata costumer, sudah nyamankah?, tersediakah barang kebutuhannya?, mudahkah brg tersebut di lihat costumer (eye catching)?, mudahkah barang tersebut di temukan costumer?, dan coba tolong lihat kalian sendiri?," seru pak Agung tersenyum, lalu melanjutkan nasehatnya lagi.

"menarikkah penampilan kalian? Rapi? Berbau badankah? Murah senyumkah? Sopan?" Serunya kali ini sambil tertawa. "It's the key boys. Saya minta kalian yang di toko tolong jalankan. Untuk pramuniaga jangan takut untuk tidak maju. Saya terus nilai kalian. Kalian bagus penilaiannya, saya yakin karir kalian akan bagus juga," selamat berkerja dan terus semangat." Hal tersebutlah yang aku ingat kembali dari beliau.

Beliau tidak hanya pintar memotivasi, namun juga selalu mau kerja turun menemani bawahannya. Sebagai contoh Jika ada acara general cleaning (bersih-bersih di satu toko secara keseluruhan), beliau mau ikut serta. Menarik gondola, membersihkan sawang-sawang (jaring laba-laba), mengkorek-korek kotoran yang menempel di lantai, membersihkan gondola dan produk. Ataupun ada acara branding penyebaran leaflet, touring dengan menghias becak, touring motor, badut, serta acara lainnya. Salut untuk beliau, kami sebagai pramuniaga sudah menganggap beliau sebagai salah satu keluarga bahkan teman. Setiap ada permasalahan tidak segan-segan untuk bertukar pikiran. Jawaban dari beliau cukup memuaskan dan menenangkan diri.

Tiba saatnya aku di percaya pak Agung untuk mengikuti test training manajemen toko. Dari 5 orang hanya aku terpilih sebagai satu-satunya utusan dari area Cirebon yang lulus kualifikasi dan mengikuti training. Training ini di maksudkan untuk membentuk kader yang pada akhirnya nanti akan menduduki pos-pos manajemen (tahap tingkatan karir yaitu pejabat sementara asst kepala toko, asst. Kepala toko, pejabat sementara kepala toko, kepala toko, spv area, koordinator wilayah sampai ke manager) naik secara berjenjang sesuai prestasi kerja. 

"Inilah pintuku untuk meraih sukses dan ambisiku Ya Allah, berkatilah dan luruskan Jalanku untuk meraih kesukseskan," berbisik aku dalam doaku dan bersyukur atas peluang yang ku dapatkan.

Dalam pelatihan aku banyak diajarkan menggunakan aplikasi program penjualan toko berbasis teknologi jaringan komputer, laporan yang terkait dengan aplikasi office serta belajar untuk melakukan presentasi laporan. Semuanya berbasis komputer teknologi dan untungnya aku bisa mengikuti. Perlu diingat bahwa aku lulus sekolah tidak bisa apa-apa. namun ketika berkerja aku pun dapat menyisihkan waktu dan uang gajiku untuk belajar komputer.

Teringat masa-masa selepas pulang berkerja dari toko, aku berusaha mempelajari komputer dari buku dan praktek di warung internet. Aku berusaha membuka mata dan hati serta tidak ingin cukup berpuas diri dengan apa yang sekarang aku capai. Tidak ingin kembali di remehkan oleh teman-temanku serta tidak ingin menjadi orang yang ketinggalan dalam informasi teknologi.Selain materi keahlian kami juga di bekali materi kepemimpinan dan manajemen. Secara teori materi tersebut di bimbing langsung oleh tutor dari divisi hrd dan operasional manajemen dalam Training kelas di adakan 1 minggu 1 kali. Selebihnya banyak di bimbing oleh kepala toko dan spv area dalam praktek di toko.

Waktu demi waktu ku jalani, tidak terasa pahitnya menimba pengalaman. Berbekal kerja keras, ketekunan, serta tidak berhenti belajar dari kesalahan dan kekalahan, menempa kesabaran tahap demi tahap kulalui. Pada waktunya membawa karirku meningkat ke jenjang midle manajemen yaitu Supervisor Area. Jenjang inilah tantangan terbesarku dengan tanggung jawab team di bawah koordinasiku lebih dari 40 orang.

Awalnya berjalan dengan baik. Pengalaman yang telah tertempa dengan waktu yang cukup lama selama di cabang, membuktikan karakter kepemimpinanku. Tidak ada kesulitan apa pun dalam memimpin area. Segala permasalahan teratasi, baik melalui pendekatan individual maupun pendekatan secara struktural. Mekanisme tarik ulur dalam memimpin ku terapkan agar tidak terlalu mengikuti irama team di bawahku dan agar ada gap atau pembatas antara atasan dan bawahan.

Aku mencoba menempatkan diri sebagai bapak ke anak-anaknya. Jarang ada tekanan dalam berkerja, karena prinsipku membuat team di bawahku nyaman berkerja. Kenyamanan membuat mereka berusaha menghasilkan pola dan produktivitas kerja yang baik apalagi dalam hal pelayanan ke costumer. Ujung-ujungnya juga menghasilkan omzet untuk cabangnya sendiri. Namun permasalahan berat yang terjadi di dalam toko adalah pencurian yang di lakukan oleh internal toko. Tindakannya memang jelas yaitu di berhentikan langsung dari toko. Namun kebijakan baru dari manajemen selain di berhentikan, harus di proses verbal dulu ke pihak kepolisian sebagai efek jera dan contoh agar tidak terjadi.

Pengalaman yang terjadi ketika saya di cabang. Kasus pencurian yang terjadi terkadang memang tidak berjumlah dalam nominal yang besar. Masih di bawah rata-rata total lima ratus ribu kebawah serta masih dapat di ganti oleh yang bersangkutan jika memang terbukti. Aku pun jelas dan tegas, memproses kasus tersebut ke divisi audit dan di keluarkan dari perusahaan. Namun yang terjadi sekarang, tugasnya pun bertambah dengan melakukan pengaduan ke pihak kepolisian dengan di koordinir oleh spv dan di dampingi pihak audit. Harusnya menurut ku tugas untuk proses pengaduan dan proses verbal di kepolisian maupun sidang di koordinir oleh divisi lain ataupun menunjuk pengacara mewakili perusahaan. Tugas spv hanyalah sebagai saksi ketika proses verbal terjadi.

Proses tersebut sudah menyentuh ranah hukum sedangkan aku pun tidak mempunyai latar belakang dan tidak tahu apa apa tentang masalah hukum. Aku yakin spv yang lain berpikiran sama dan sependapat mengenai hal tersebut. Hasil proses verbal di kepolisian, sering di bicarakan sesama spv. Apalagi di cabangnya sedang ada kasus pencurian. Para keluarga terdakwa biasanya sering melakukan infiltrasi ke spv dengan menebar ancaman secara fisik ataupun lewat telp. 

"Resiko jabatan," keluhku mendengar cerita para spv.

Sebenarnya beban mental yang terjadi pada diriku ketika di hadapkan pada hukum. Perang batin muncul ketika kasus pencurian terjadi juga di area ku pada salah satu cabang.

Ada ketakutan secara emosional ketika berbicara mengenai polisi dan hukum. Ada alergi yang terjadi di pikiran dan batinku,

"kenapa harus berurusan dengan polisi." Keluhku.

Di mataku, polisi dan hukum merupakan salah satu ketakutan terbesar. paranoid akut ketika berhadapan dengan orang berseragam. Walaupun sebenarnya aku pada sisi orang yang di rugikan dan mencoba untuk meminta keadilan mewakili perusahaan. Konflik batin ini terjadi terus menerus selama proses pengaduan ke audit dan akan melangkah pada proses verbal di kepolisian. Aku berusaha untuk di selesaikan secara kekeluargaan, karena dari pihak keluarga yang bersangkutan juga siap untuk mengganti kerugian perusahaan.

Namun instruksi harus tetap di jalankan. Menderita sekali batin ini, ketika harus berhadapan dengan kenyataan yang mau tidak mau harus aku laksanakan dan jalankan. Akhirnya aku sampai pada salah satu kesimpulan dengan melakukan tindakan bodoh. Tindakan yang menurutku efek dari lelahnya pikiranku dalam mencari jalan keluar yang selalu menemui dinding yang tak bertepi. Kalahnya nalar sehat dan sadarku dalam konflik batin yang terus menerus terjadi dan menyiksaku. Hilangnya daya analisa positif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Semuanya aku gambarkan abstract dan spontanitas, tanpa pikir panjang dan ingin semuanya praktis sehingga masalah ini cepat selesai.

Namun yang terjadi di luar dari harapanku, mantan tim ku tersebut siap untuk menghadapi semua. Menolak keinginanku yang tertera di sms yang aku kirimkan.

"Baiklah, ini harus aku jalani,"gumamku. Tersadar atas apa yang menjadi tanggung jawab dan tugasku kembali. Namun tidak menyadari kalau suatu saat sms tersebut akan menjadi bencana bagi diriku.

Proses berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan dan di rencanakan sebelumnya ketika meeting saya dan tim audit. Proses verbal berita acara di kepolisian, selang beberapa hari pemanggilan saksi dan tersangka. Tidak ada satu pun yang terlewat dari kehadiranku, serta tidak satu pun hilang pandangan kebencian keluarga terdakwa kepadaku. Semua aku terima dengan tegar dan penuh tanggung jawab sebagai wakil dari perusahaan. Proses penahanan atas terdakwa sudah dijalankan dan pada akhirnya proses selesai. Semuanya berjalan dengan semestinya, namun tidak berjalan atas apa yang akan terjadi pada nasibku.

Rabu pagi, aku di panggil divisi audit ke ruang verbal. Salah satu ruangan yang tidak asing di mataku. Selama aku menjadi kepala toko, ruangan ini menjadi saksi proses verbal untuk timku apabila menyalahi penggunaan wewenang yang berpotensi adanya penyelewengan aset ataupun pencurian bersama spv dan tim audit di dalam ruangan ini. Baru beberapa hari di bulan lalu juga untuk kasus yang baru saja selesai aku tangani yang kini kasusnya sudah di proses kepolisian. Memasuki ruangan, sudah ada general manager operasional atasanku yaitu pak Tio, general manager audit Pak Charles, audit yaitu pak syawal dan pihak legal yaitu pak budi. 4 orang tersebut memasang wajah yang tidak seperti biasanya dan terkesan akan menghakimi. Perasaanku akan benar tidak lama lagi:

"Selamat pagi pak Ari, kita langsung saja. Maksud kami mengundang pak Ari mau mengklarifikasi mengenai no 081294xxxxxx apakah benar no bapak," tanya Pak Charles kepadaku.

"Ya, benar,"jawabku merasa bingung, ada masalah apa mengenai no ku. Tapi nalar serta pengalamanku mengarah adanya sesuatu ketidak beresan. Mungkin pengaduan mengenai kinerjaku atau fitnah.

"Tolong klarifikasi apakah benar ini bunyi sms bapak ke salah satu anak buah bapak yang sudah kita proses," sambung pak charles dengan menunjukkan salah satu kertas yang berisi tulisan sms.

Saya tersentak kaget, ini merupakan sms saya ketika dalam keadaan mental yang tertekan. Intuisiku mengatakan, pihak keluarga ataupun mantan tim ku tersebut mencoba untuk membalaskan sakitnya kepadaku. Tapi aku hanya menjalankan perintah, mengapa aku yang dijadikan sasaran tembak. Salahkah diriku ini, apakah memang aku yang harus jadi korban? Mungkin iya, aku harus menjadi korban supaya manajemen me-review kembali kebijakannya. Tertunduk lesu, menyadari kebodohanku sendiri, menyadari lemahnya diriku dalam menyelesaikan suatu masalah, menyadari gamangnya diriku ketika menghadapi tekanan ataupun perubahan yang mengharuskan diriku harus berubah.

"Ya, ini sms saya," jawabku,

" tapi anaknya tidak kabur khan pak? Tetap hal ini kita proses, dan prosesnya pun sudah selesai," lanjutku.

"Pak budi dan pak syawal juga tau kalau proses ini sudah selesai, tetapi kenapa masalah sms ini di ungkit," tanyaku kemudian.

"Bukan masalah prosesnya sudah selesai, tapi smsnya," jawab pak Charles tegas," tolong klarifikasi kenapa bisa ada sms seperti ini?" Tanya nya kemudian.

Aku pun menjelaskan kondisiku ketika itu serta permasalahan konflik batinku yang menyiksa selama proses. Sehingga pada anhirnya aku pun malakukan tindakan bodoh dan ceroboh. Jujur aku akui, aku salah dan tindakanku salah.

"Baiklah saya akan menerima konsekuensinya," jawabku

"tapi tolong pertimbangkan kinerja saya selama ini dan usaha saya sehingga semuanya selesai dan clear," lanjutku

"Oke, seru pak charles santai.

"Akan kami pertimbangkan, untuk sementara tugas-tugas sebagai spv area di non aktifkan sampai menunggu hasil final," lanjutnya menjelaskan.

Aku sadar, jelas-jelas sangat sadar ini berarti pencopotan karirku secara implisit. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku menerima surat pemecatan dengan tidak hormat. 7 tahun mengabdi berakhir dengan pemecatan tidak hormat. Aku bukan maling, aku tidak menyalahi prosedur yang menghilangkan uang bahkan seperak pun, aku juga bahkan tau uang yang di terima perusahaan dari pihak keluarga, sebagai syarat tidak berlanjutnya proses atau negoisasi penebusan. Nominalnya jauh lebih besar dari uang yang di curi bahkan lebih besar juga dari uang yang di keluarkan perusahaan kepada pihak polisi.

"Perusahaan di rugikan dari tindakan saya dimananya? " Itu pertanyaanku. Sedangkan setiap penyalah gunaan di area ku bahkan ketika aku di cabang selalu dengan proses audit. Silahkan di cek kapan aku melakukan tindakan yang menyalahi prosedur lainnya. Apakah selalu memakai asumsi dan asumsi dalam menangani kasus per kasus? Ya tentu saja kalian para audit memakai asumsi.

Dari dulu juga saya baru sadar kalian selalu berasumsi menangani kasus padahal kalian belum mempunyai bukti yang mendasar. Tidak adil rasanya perlakuan terhadapku. Namun harus bagaimana? Apa yang harus ku perbuat? Hanya menerima dengan pasrah dan mengambil semua hikmah di balik kejadian ini. Seorang perkerja sepertiku ini, apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak punya daya upaya yang harus aku tawarkan kepada perusahaan. Tidak punya sesuatu yang harus di bayarkan untuk menutup kesahanku. Aku tidak punya apa-apa, sadar bahwa aku hanya manusia biasa, manusia tidak punya kekuatan. Tapi aku yakin Tuhan tidak tidur, Tuhan pasti memberikan cobaan ini kepadaku supaya aku sadar, sadar bahwa ini hanyalah sebuah jalan. Sebuah jalan proses menuju yang lebih baik. Tuhan mungkin menunjukkan bahwa ini jalan yang terbaik, yaitu keluar dari perusahaan tersebut. Masih banyak perusahaan lain yang lebih baik dari segi materi dan fasilitas bagi karyawannya. Toh, pengalaman merupakan bekalku yang berharga. Bekal yang pasti dihargai lebih oleh perusahaan lain.

"Coba lihat dirimu sendiri, apa yang kau dapatkan dari berkerja pada perusahaan tersebut?," batinku bertanya. Benar, tidak satu pun yang aku dapatkan. Rumah masih mengontrak, motor masih menyicil, tunjangan kesehatan tidak mengcover anak istri, tidak ada komisi pencapaian target. Aku pun berkaca dengan teman-temanku sesama Spv, mereka pun sama senasib dengan diriku, tidak punya apa apa.

Aku pun menangis haru, "engkau maha besar ya Allah, engkau maha besar." Aku pun tersujud dan sadar angkuhnya diriku. Jika ku teruskan berkerja belum tentu aku akan tersadar seperti saat ini. "7 tahun engkau bekali aku pengetahuan dan pengalaman, terima kasih ya Allah."

Tersenyum aku dalam doaku,"Ya Allah, engkau memang besar,engkau yang maha menunjukkan jalan bagi diriku yang hina ini. Terima kasih ya Allah." Seruku sambil menutup doa dan mengusap mukaku.

Tidak lama hanya hitungan lima hari, aku pun di terima di sebuah perusahaan retail garment. Selain gaji pokok dua kali dari gaji yang aku terima dari perusahaan sebelumnya, aku mendapat komisi penjualan tiap bulannya. Fasilitas komunikasi, transportasi, uang makan, serta tunjangan kesehatan. Bahkan setiap bulan aku dapat jatah kunjungan dinas keluar kota, semuanya di tanggung perusahaan. Setengah tahun bergabung di perusahaan ini, ku hadiahkan sebuah rumah untuk istri dan anak pertamaku. Saat ini aku mengerti arti sebuah pengorbanan, arti sebuah sakit serta arti sebuah keikhlasan. Teringat tentang sebuah artikel yang dikirimkan oleh temanku mengenai arti sebuah kehidupan.

TAK PEDULI SEBERAPA PAHITNYA KEHIDUPAN KITA DIMASA LALU ...
KITA BISA MEMULAINYA LAGI DENGAN HARI INI ...
KARENA HARI INI ADALAH LEMBARAN BARU ...
ORANG YANG HEBAT BUKANLAH ORANG YANG SUKSES DALAM SEGALA HAL, TAPI MEREKA YANG MAMPU MENGOPTIMALKAN HARI INI DENGAN APA YANG ADA DITANGANNYA, DAN SELALU MENGUCAP SYUKUR ...
KETIKA KERJA KITA TIDAK DIHARGAI ...
SAAT ITULAH KITA BELAJAR TENTANG KETULUSAN ...
KETIKA USAHA KITA DINILAI TIDAK PENTING ...
SAAT ITULAH KITA BELAJAR TENTANG KEIKHLASAN ...
KETIKA HATI KITA TERLUKA SANGAT DALAM ...
SAAT ITULAH KITA BELAJAR TENTANG MEMA'AFKAN ...
KETIKA KITA HARUS LELAH DAN KECEWA ...
SAAT ITULAH KITA BELAJAR TENTANG KESUNGGUHAN ...
KETIKA KITA MERASA SEPI DAN SENDIRI ...
SAAT ITULAH KITA BELAJAR TENTANG KETANGGUHAN ...
KETIKA KITA HARUS MEMBAYAR BIAYA ...
YG SEBENARNYA TIDAK PERLU KITA TANGGUNG ...
SAAT ITULAH KITA SEDANG BELAJAR TENTANG BERMURAH HATI ...
TETAPLAH SABAR ... TERUSLAH BERSEMANGAT!
SELALULAH TERSENYUM!
TERUSLAH BELAJAR DARI PENGALAMAN ...
KARENA KITA SEDANG ... MENIMBA ILMU KEHIDUPAN!
ALLAH SUBHANALLAHU WA TA’ALA MENARUH KITA DITEMPAT KITA SEKARANG INI BUKAN KARENA KEBETULAN!
AKAN TETAPI DIA PUNYA MAKSUD YANG TERINDAH UNTUK KITA ...
AKU MINTA KEPADA ALLAH SETANGKAI BUNGA SEGAR ...
ALLAH MEMBERIKU KAKTUS BERDURI ...
AKU MINTA KEPADA ALLAH HEWAN MUNGIL NAN CANTIK ...
ALLAH MEMBERIKU ULAT BERBULU ...
AKU SEDIH, KECEWA DAN BERTANYA TANYA ...
BETAPA TIDAK ADILNYA ALLAH KEPADAKU ....
NAMUN SEIRING DENGAN BERJALANNYA WAKTU ...
KAKTUS ITU BERBUNGA INDAH ...
BAHKAN SANGAT INDAH ...
DAN ULAT BERBULU ITU TUMBUH DAN BERUBAH ...
MENJADI KUPU KUPU YANG AMAT CANTIK ...
INILAH JALAN ALLAH ...
SEMUA INDAH PADA WAKTUNYA ...
ALLAH TIDAK MEMBERI APA YANG KITA INGINKAN ...
TAPI ALLAH MEMBERI APA YANG KITA BUTUHKAN... SUBHANALLAH.

Kata-kata inilah yang menjadi cambukku setiap hari. Jika teringat tentang kejadian terdahulu, aku berusaha tersenyum walaupun sakit. Aku masih terus belajar untuk mengikhlaskan semuanya. Biarlah semuanya berlalu bagai debu bertebangan di tanah yang gersang.

SAMPEYAN




Jam menunjukkan angka 15 lewat 15 menit sore, tatkala Aseng memasuki parkir sebuah tujuan Kawasan wisata budaya Candi di daerah perbatasan Jogja dan Solo. Cangkemun tersenyum sumringah ketika mengetahui kalau tujuannya sudah sampai ditempat tujuan. Maklum Cangkemun sudah dari tadi menahan tuntutan biologisnya yang harus dikeluarkan.

Tepat memasuki pelataran parkir yang kebetulan berdekatan dengan makam warga, Aseng dan istrinya pun disambut dengan meriah oleh para tukang parkir. Saking meriahnya, ia pun bingung untuk parkir motor karena para tukang saling pegang stang motor nya Aseng. Ia pun akhirnya menyerahkan motornya untuk diparkir oleh tukang parkir senior yang memenangkan perebutan dan mengakhiri ricuhnya para tukang parkir. Tampak di seluruh area memang penuh oleh motor maklum sekarang hari libur, jadi pengunjung pun membludak.

Cangkemun pun membayar parkir. ia yang sedari tadi diam seribu bahasa tapi tampak bergoyang goyang sambil mengapit pahanya pun segera menarik Aseng setelah membayar uang lima ribuan dan mengambil karcis dari tukang parkir.

“Pa, ayo buruan,….udah gak tahan.” Seru Cangkemun, sambil menarik lengan Aseng dan langsung menuju pintu masuk kawasan wisata.

“Ya,bunda, lets go….” Seru Aseng yang tampak sepertinya girang sekali menatap siluet Candi yang berada dikawasan wisata tersebut. Aseng pun berusaha menyeimbangi langkah Cangkemun yang tampak terburu buru.

“Akhirnya setelah sekian lama pengen kemari, kesampaian juga ya bun,” Aseng berceloteh memulai obrolan. Sambil matanya tidak lepas menatap siluet Candi yang semakin lama semakin jelas dimata Aseng. Aseng pun tampak kagum sambil mengeleng gelengkan kepala. Secarik senyum mengulas bibir kecilnya Aseng dan menarik matanya yang sudah sipit menjadi lebih sipit.

“Hm,…” jawaban singkat yang keluar dari mulut Cangkemun. Tampak tidak tertarik dengan obrolan suaminya. Ia malah menambah kecepatan jalannya.

Aseng pun yang tau akan kondisi istrinya pun hanya terdiam. Mereka memasuki gerbang masuk kawasan wisata tersebut dan tampak sudah ada beberapa satpam yang menjaga tempat tersebut dengan membawa tiket masuk. Setelah membayar beberapa rupiah sebagai tiket masuk, mereka pun segera menuju toilet yang tidak jauh dari tempat tersebut. Cangkemun pun tanpa basa basi pun langsung masuk ke toilet.

“Ayo pa,” sebuah suara yang mengejutkan Aseng yang sedari tadi tidak lepas memandangi Candi megah yang ada didepan mata. Tampak terlihat cangkemun yang sudah ceria berbeda dari yang dia tampilkan sebelumnya.

“ Ayo pa, kita photo dulu,” Teriak Cangkemun antusias sambil menarik Aseng kearah lapangan dengan latar beberapa Candi. Aseng pun mengikuti istrinya dan mereka pun tampak senang berphoto kesana kemari layaknya artis dadakan. Sewaktu waktu Cangkemun berganti posisi, dengan miring kesana kemari, buka jaket dan lain lain sebagainya. Sedangkan Aseng yang tidak tau menau mengenai posisi yang bagus untuk berpose hanya menampilkan gaya berdiri dengan kresek plastik berisi botol minuman mineral di tangan, tas istrinya melingkar didada dengan gandolan jaket dirinya dan istri menghiasai hasil jepretan istrinya.

Tidak beberapa lama pun, mereka tampak hadir didalam kerumunan barisan untuk memasuki komplek Candi. Setelah didalam, bagai anjing lepas dari kandang, Aseng pun kesana kemari memasuki beberapa Candi dengan berbekal HP butut buatan Korea tahun 2012. Ia pun sibuk mendokumentasikan beberapa hal yang sepertinya dia juga bingung untuk apa. Hanya ia dan hp nya yang tau tujuan Aseng mendokumentasikan photo photo candi tersebut. Terkadang juga ia mendokumentasikan dirinya dan beberapa relief sekedar untuk nampang.

Sedangkan Cangkemun yang sudah lelah, hanya memasuki 1 candi pun tampak terduduk lesu dan ia pun terduduk di luar candi sambil menunggu suaminya yang entah sudah beberapa candi sudah dimasuki olehnya. Ia pun membuka hp, update status sambil menyelonjorkan kakinya yang tampak pegal.

“gimana sudah puas pa,” Tanya Cangkemun ketika sang suami tiba dan duduk disampingnya.

“Lah jaket bunda mana?” Lanjut Cangkemun bertanya kembali, tanpa memberi kesempatan Aseng untuk menjawab pertanyaannya. Aseng pun tampak terkejut, ia pun lalu melemparkan pandangan matanya keseluruh area yang sudah dia jelajahi. Ia melihat seseorang kakek sedang membungkuk untuk memungut Jaket istrinya yang ia kenali berwarna hijau. Tanpa menjawab pertanyaan istrinya, ia pun segera berlari mendekati sang kakek dan menyambar jaket yang akan diambil oleh kakek tersebut.

“Maaf ya kek,” seru Aseng sambil memegang jaket istrinya

“ooooh, itu jaket sampeyan,” seru sang kakek sambil memandangi orang yang menyambar jaket yang akan diambilnya.

“ Bukan kek, ini jaket istri saya,” Seru Aseng ramah dan tersenyum.

“ia jaket sampeyan,” Jawab si kakek kembali sambil menatap lekat-lekat kearah Aseng

“bukan kakek..ini jaket istri saya bukan jaket sampeyan, itu istri saya. Saya gak kenal dengan sampeyan,” sahut Aseng setengah berteriak namun masih menahan suaranya, sambil menunjuk istrinya yang tengah berjalan kearah mereka.

Cangkemun merasa bahwa memang ada yang tidak beres dengan pembicaraan sang suami dan kakek. Oleh karena itu, ia pun mendekati mereka berdua.

“ia itu jaket sampeyan, sampeyan juga tidak kenal dengan saya.” Seru si kakek setengah menekan suaranya agar tidak terlihat melengking dan mengundang perhatian pengunjung lainnya. Ia pun berkata seraya mendekatkan dirinya kearah Aseng dengan sengaja, agar Aseng bisa mendengar dengan jelas perkataan dirinya. Si kakek merasa bahwa Aseng tidak mendengar perkataannya

Merasa kakek yang dihadapinya akan marah sedangkan mereka tengah berada di kerumunan orang orang dan tidak ingin menarik perhatian orang. Aseng pun mengendurkan suaranya dan berkata,

“Kakek, mohon maaf. Saya tidak kenal dengan sampeyan. Ini jaket istri saya bukan sampeyan.” Seru Aseng kembali ramah dan kembali berkata,

“Bun, kakek ini bersikeras kalau ini Jaket sampeyan, padahal ini khan jaket bunda.” Tanya Aseng kepada istrinya yang sudah bergabung dengan mereka.

Cangkemun yang kebetulan memang orang Jawa pun tertawa geli namun di tahan karena tidak ingin menyinggung perasaan dan harga diri suaminya. Seperti biasa Cangkemun pun dengan senyum seraya memeluk suaminya dan berbisik.

“Sayang, Sampeyan itu bahasa Jawa yang artinya kamu, minta maaf sana sama kakeknya. Kasihan sudah tua sekalian beli tuh brosur punya kakeknya,” Jelas Cangkemun sambil tersenyum lirih manis berusaha untuk melunturkan emosi suaminya.

“Oooh, gitu ya,” seru Aseng dan hanya kalimat tersebut yang keluar dari mulutnya karena merasa malu. Sedangkan sang kakek yang mendengar penuturan Cangkemun ke suaminya pun tersenyum lirih.

Kesalah pahaman ini membawa Aseng pulang dengan oleh oleh brosur tempat wisata  tersebut. Tempat wisata ini ternyata membawa rasa special yang paling dalam terhadap diri Aseng, karena selain tempat yang dulu ia idam idamkan juga sekaligus membawa pengalaman malu yang teramat sangat namun memberi kesan mendalam terhadap kecintaannya terhadap orang dan bahasa Jawa. 

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO