Bayangan Di Hutan Larangan
Pada malam yang gelap dan berkabut, tiga sahabat - Rina, Andi, dan Lila - memutuskan untuk berkemah di hutan yang terkenal angker di pinggiran desa mereka. Meskipun banyak cerita seram tentang hutan itu, rasa penasaran mereka jauh lebih kuat daripada rasa takut.
Setelah mendirikan tenda dan menyiapkan api unggun, mereka mulai bercerita tentang legenda hutan tersebut. Di tengah suasana yang mencekam, Andi, yang terkenal sebagai pemberani, menantang teman-temannya.
"Yuk, kita jelajahi hutan ini! Siapa takut?" tantangnya dengan senyum lebar.
"Jangan bodoh, Andi! Banyak orang bilang hutan ini angker," jawab Lila, ragu-ragu.
"Ah, itu cuma mitos. Kita sudah di sini! Ayo, Rina, kamu ikut kan?" Andi mencoba membujuk.
Rina mengangguk meski wajahnya terlihat cemas. Dengan langkah ragu, mereka bertiga mulai menjelajahi hutan. Suasana sunyi dan hanya terdengar suara langkah kaki mereka di atas tanah yang lembab. Namun seiring mereka masuk lebih dalam ke dalam hutan, Rina merasakan ada sesuatu yang aneh.
"Tunggu, kalian dengar tidak?" Rina tiba-tiba berhenti dan menatap tajam ke arah semak-semak.
"Aku tidak mendengar apa-apa," Andi menjawab, sedikit kesal.
"Tidak, serius! Aku merasa ada yang mengikuti kita," Rina berbisik, tubuhnya bergetar.
Lila memegang lengan Rina. "Jangan bercanda, Rina. Kita semua tahu bahwa pikiran kita hanya dipengaruhi suasana."
Namun, saat mereka melanjutkan perjalanan, suara dari balik pepohonan membuat mereka terdiam. Suara itu seperti suara wanita menangis. Rina menutup mulutnya, ketakutan. "Itu suara apa?" tanyanya lemah.
Andi berusaha bersikap tenang. "Mungkin hanya hewan. Ayo kita teruskan."
Mereka berjalan lebih jauh dan kemudian tiba-tiba, Andi melihat sosok putih berdiri di antara pepohonan. Ia menunjuk, "Lihat! Ada sesuatu di sana!"
Lila memicingkan mata. "Itu… itu hantu!" ujarnya ketakutan saat sosok wanita berpakaian putih itu berbalik, wajahnya samar, tetapi tampak sangat menyedihkan.
"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?" teriak Andi, suaranya bergetar.
Sosok itu tidak menjawab, hanya menatap mereka dengan mata kosong. Rina mulai menangis. "Aku tidak mau di sini! Kita harus pergi!" serunya.
Namun, sebelum mereka bisa berbalik, sosok itu melangkah maju. "Tolong… bantu aku…" suaranya lirih, menusuk hati.
"Apa yang terjadi padamu?" Lila bertanya, berusaha berani.
Sosok itu menunjuk ke sebuah pohon besar di belakangnya. "Aku terjebak… tidak bisa pergi."
Andi melangkah mundur. "Kita tidak bisa membantunya! Ayo lari!"
"Mungkin kita bisa membantu," Rina berkata, meski suaranya bergetar.
"Tidak, Rina! Ini berbahaya! Kita harus kembali!" Andi menarik tangan Rina.
Tetapi Lila melangkah mendekat. "Apa yang kau inginkan dari kami?" tanyanya.
Sosok itu menggeleng. "Hanya… rasa sakit ini…"
Tanpa berpikir panjang, Lila mengambil langkah maju dan berkata, "Kalau kamu terjebak, mungkin ada cara untuk membebaskanmu. Katakan padaku bagaimana!"
Rina dan Andi hanya bisa terdiam, melihat temannya yang berani itu. Namun, saat itu, angin kencang bertiup, dan cahaya bulan seakan tenggelam dalam kegelapan. Suara jeritan datang dari jauh. Sosok itu mendekat, wajahnya menyeringai.
"Jangan! Kembali!" teriak Andi, menarik Lila menjauh.
Tetapi Lila terpaku, tatapannya terpaut pada sosok yang kini semakin mendekat. “Bantu aku…”
Dan saat itulah, kegelapan menyelubungi mereka. Terakhir yang mereka dengar adalah teriakan Lila sebelum semuanya berubah menjadi sunyi.
Ketika pagi tiba, penduduk desa menemukan tenda yang kosong di hutan larangan. Tidak ada tanda-tanda kehadiran ketiga sahabat itu. Namun, di dekat pohon besar, mereka menemukan sebuah syal putih terdampar, seolah menjadi pengingat bahwa kadang, rasa ingin tahu bisa membawa petaka.
Comments
Post a Comment