Tuesday, October 5, 2021

AAN KECIL “TEROR ROH GENTAYANGAN”

Selama liburan ini kegandrunganku terhadap drama radio seperti Brahma Kumbara ataupun Misteri Gunung Berapi menjadi-jadi. Drama radio tersebut sangat terkenal, tidak pernah satu episode pun tertinggal. Namun hasilnya aku menjadi bertambah penakut apalagi jika malam tiba. Ditambah lagi setiap malam tertentu raungan anjing tetangga yang selalu terdengar cukup menakutkan ku.
"Sial, itu anjing si robert...bikin takut aja," pikirku. Robert merupakan tetangga depan rumahku. Dia satu satunya keluarga di kampungku ini yang memelihara anjing. Menurut ku raungannya seperti raungan yang ada di radio-radio dan seperti biasanya anjing tersebut melihat mahkluk halus atau apapun yang berbau gaib. Tidak heran jika memang aku menjadi penakut. Di kampungku aku hidup ditengah tengah daerah yang masih kental bau mistisnya. Dengan daerah yang juga di bilang masih daerah bekas pembukaan hutan, maklum daerah ku walaupun sebagai Ibu Kota Provinsi masih di bilang dalam tahap pengembangan.
Suatu ketika, tetanggaku selang 2 rumah meninggal dunia. Tetangga tersebut merupakan seorang perempuan muda yang tinggal sendirian. Menurut saudaranya ia menderita TBC akut dan tidak tersembuhkan. Perempuan tersebut akrab sekali dengan mama, sering berkunjung ke rumah dan terlihat berbincang-bincang dengan mama serius. Aku pun dari kecil mengenalnya sampai menjelang hari kematiannya. Menurut orang-orang kampung ku kematiannya sangat tragis. Karena hal tersebut timbul desas desus dikalangan teman temanku bahwa orang yang mati muda biasanya akan menjadi hantu dan menghantui kampung ini. Hal tersebut sangat mempengaruhi prilaku ku yang sangat penakut ini.
“Mah, aan gak mau lagi ke warung kalau malam-malam akhh...pending dulu ya selama seminggu," ujarku memberi saran ke mama.
 "Kalau mama butuh sesuatu, di pikirkan pas sorenya," saran ku kembali ke mama.sok dewasa.
"Ya, ujar mamaku yang mengerti akan penyakit penakutku dengan sembari lalu.

Malamnya...

Menurutku mama juga takut dech, buktinya malam ini ia mengajak anak-anaknya untuk tidur di kamar tidurnya, sementara papa memang sedang bertugas di luar kota.
"He he he, ketauan juga kalau mama penakut, tapi ada bagusnya juga karena rencanaku malam ini tidur minta di temenin mama," pikirku sambil tersenyum.
Televisi pun sengaja mama pindahkan ke dalam kamar, sehingga aku bisa menonton sambil menunggu kantuk yang menyerangku. Pada akhirnya pun aku sukses terlelap hingga...entah jam berapa...sayup sayup aku mendengar mama ku berteriak histeris dan kasar...
"Wooooiii, pergi sana jangan ganggu kami...kau udah di alam lain pergi sana...," teriak ibuku lalu menyambung dengan melantunkan ayat kursi.
Di luar ku dengar raungan anjing tetangga mengaung menggidikkan bulu romaku.
"Akhhh, ada mama ini," pikirku.
Tidak ku ingat lagi apa yang di katakan mamaku, karena aku sudah sangat ingin tidur lagi dan pada akhirnya terus terlelap.

Paginya...

"Mah, semalam kenapa teriak-teriak," ujarku menanyakan sambil melahap sarapan nasi goreng yang dibuatkan mama.
"Gak ada apa-apa," ketus mamaku sambil berlalu ke depan untuk menyambut tetangga sebelah rumah wa' kus yang sedang berkunjung ke rumah.
"Wah, ngerumpi nih, pasti seru...pengen tau mama tadi malam ada apa ya?" Pikirku sambil berjalan ke ruang tamu karena biasanya mama dan tetangga pasti ngobrol di teras rumah.
Aku pasti bisa mendengar dari ruang tamu karena suaranya pasti jelas dan dekat. Sambil menenteng piring nasi goreng pun aku melanjutkan makan sambil menguping.
"Saidah datang kerumah semalam wa' kus," ujar mamaku. Saidah adalah perempuan yang meninggal muda dua hari yang lalu.
"Yang bener aja mi (nama mama ku helmi), nakut-nakutin akh." Seru wa kus sambil melotot dan terperanjat kaget. Begitu pun aku yang mendengar perkataan mama menjadi ciut namun semakin penasaran untuk mendengar apa yang akan di utarakan mama selanjutnya.
"Iya serius, setiap datang ke rumah sepanjang almarhumah hidup khan senangnya melihat-lihat koleksi piring piring antik antik di lemari dan pajangan. Sering di bersihkan olehnya dan di tata rapi kembali. Semalam begitu wa kus...bunyi piring antik seperti di tata, lalu bunyi lap seperti membersihkan piring, membuka lemari lalu menyapu. Wah...benar-benar menakutkan persis seperti almarhumah hidup." Jelas mamaku sambil menatap kebun kecil menghias halaman depan rumah kami.
Aku yang mendengarnya tambah terkesiap. Kutatap lemari dan pajangan piring-piring antik mama ku.
"Iya benar juga, almarhumah sering datang untuk mengagumi piring antik mamaku, rajin sering menyapu kalau aku sedang mengotori rumah," pikirku menerawang ke masa-masa almarhumah hidup.
“Hiiiiii, menakutkan," ujarku setengah berteriak lalu kabur menuju dapur untuk menaruh piring, lalu kabur kembali untuk bermain bersama teman-temanku.
Teror tersebut terus menerus terjadi, Itu pun aku tahu karena mendengar apa yang di bicarakan mama dengan wa kus. Jika malam kemarin di lemari pajangan, malam besoknya pindah ke ruang tamu, lalu pindah ke ruang televisi, terus menerus berlanjut selama hampir satu minggu. Aku pun selalu terjaga setiap mama berteriak histeris di tengah malam, namun karena sudah percaya sama mama, aku pun terus selalu melanjutkan tidurku dengan sukses. Namun ketika kami bangun di pagi hari, keadaan dan kondisi ruangan yang di teror tadi malam pun tetap sama seperti yang kami tinggalkan sebelum tidur..aneh..benar benar aneh.
Mama pun selama seminggu juga sukses menyelenggarakan tidur bareng satu keluarga dalam satu kamar. Teror itu pun terhenti ketika papaku pulang kerumah. Namun keranjingan tidur ditemani mama pun terus berlanjut selama satu bulan, karena rasa takut terhadap hantu Saidah masih ada melekat di pikiranku. Papaku berusaha meyakinkan bahwa tidak ada lagi hantu yang datang kerumah, tetapi tetap saja aku memaksa.
Sangat beralasan memang setiap malam rasa takutku selalu menghantui. Selain karena adanya teror dari hantu Saidah, setiap malam raungan anjing tetangga selalu terdengar dan menggangu tidur-tidur malamku. Pernah suatu ketika, aku pun berlari dari kamarku karena raungan anjing tetangga berada di depan pagar dekat kamarku dan tidak henti hentinya meraung memilukan bagi aku yang mendengarnya. Aku menggedor-gedor kamar mama ku dan meminta tidur bersama mereka...
"Hiiiii, sialnya," mungkin ia melihat kuntilanak lagi kali ya?" Pikirku sambil beringsut mendekati mama supaya merasa tenang dan aman untuk tidur.
Setelah papa berada di rumah, memang berdasarkan pantauan telingaku yang ahli menguping, gangguan dari roh saidah tidak pernah muncul kembali. Malu kali melihat papaku yang ganteng hi hi hi....Namun suatu ketika aku pun tau bahwa papa pun pernah di ganggu hantu Saidah. Itu pun aku tahu karena tidak sengaja mendengar papa dan mama bercerita disuatu sore satu hari setelah papa datang dari luar kota.
“Mah, memang Saidah sudah meninggal dunia?” Papa pun memulai pembicaraan ketika mama tengah menghidangkan penganan sore seperti biasanya.
“Iya pa, satu minggu yang lalu satu hari setelah papa berangkat, memang papa tidak tahu? Bukannya saudara laki lakinya pergi satu rombongan dengan papa bukan?” tanya Mama
“Iya, tapi tidak satu regu, terus kata si Aan, hantunya Saidah masuk ke dalam rumah. Memang iya?” seru papa sambil mencoba satu penganan dan meniupnya terlebih dahulu sebelum di lahap oleh mulut lebarnya papa yang sepertinya sudah kelaparan dari tadi. Buktinya di tangannya sudah siap penganan lainnya yang siap masuk ke mulutnya.
“Akh, masa sih, kata siapa...nggak kok pa, aman aman aja. Aan pasti lagi berkhayal...biasa anak anak,” jawab mama sambil memandang ke tempat lain dan mama pun mencoba untuk memakan penganan walaupun memang dalam keadaan masih panas. Buktinya mama kepanasan ketika penganannya masuk ke dalam mulut mama. Papa yang melihat pun hanya tersenyum dan kenal betul kalau mama sedang berbohong.
“Semalam juga hantu Saidah datang, papa khan mau menutup pintu pagar belakang jam 11 malam. Ada bau bunga Melati tercium sangat keras sekali...itu pun tidak sebentar dan lama tercium sama papa...Papa penasaran dan mencari tempat asalnya dan melihat ada perempuan seperti Saidah sedang membelakangi papa. Ia berdiri di samping pagar dalam dekat ruang Televisi mah...karena papa akan kembali kedalam rumah harus melewati dia, ya mau tidak mau papa berdiri dahulu. Akhirnya papa baca ayat kursi dan lama kelamaan dia menghilang dan bau bunga Melati pun tidak tercium kembali,’ Jelas papa datar dan santai. Mama yang mendengar pun terkesiap dan sangat terkesan. Papa kalau bercerita seperti biasa saja. Seperti menceritakan kisah yang memang biasa terjadi dalam kehidupan. Padahal cerita ketemu hantu seperti itu pun pasti sangat berkesan bagi orang orang biasa seperti mama. Ya begitulah papa,semuanya di sikapi dengan tenang dan tidak berlebihan. Aku yang mendengar pembicaraan papa dan mama pun hanya terdiam terpaku tidak percaya kalau papa ketemu hantu tapi dengan tenang menghadapinya.
Pembicaraan itu pun tidak berlanjut kembali dan sama dengan tidak berlanjutnya teror Saidah ke rumah kami. Malam malam berikutnya pun juga tidak ada yang spesial dan Anjing tetangga pun sepertinya sedang malas untuk gentayangan dan melolong kembali. Hari hari yang indah bagiku untuk tidur, namun tetap saja untuk malam tertentu seperti malam Jumat aku pun harus ekstra kuat mental menghadapi gangguan lolongan anjing di tengah malam.  
Berbicara mengenai roh gentayangan seperti di radio-radio dan televisi mungkin ada benarnya kali ya. Tidak hanya kali ini saja aku mengalaminya. Kejadian lain ketika saudara dekat dari mama meninggal, ia juga mendatangi rumah kami tetapi tidak ke dalam rumah.

Ceritanya begini...

Satu malam setelah saudara dekat mama meninggal, malamnya aku merasa gelisah.Sebenarnya perasaanku sudah ingin kembali tidur di temani mama lagi. Tapi malu akh...aku sudah di ancam oleh papaku akan masuk pesantren jika aku masih penakut.
“Pesantren? Berdasarkan cerita teman-teman sekolahku, pesantren merupakan momok yang menakutkan. Jauh dari orang tua, bangun harus pagi-pagi, tidak bisa menonton televisi dan mendengarkan radio, wah...gimana jadinya? Bakal gak betah...tapi pulang gak bisa. Karena letak pesantren biasanya terpencil, di kaki gunung atau bahkan dekat hutan...tidak...tidak..." Pikirku sambil mengenang kembali perkataan papa.
Oleh karena itu malam ini ku beranikan tidur sendiri dengan di temani radio butut milik papaku. Lumayan masih bisa mendengar radio dan kaset tape koleksi papaku yang jadul.
Tengah malamnya, aku kembali terbangung oleh lolongan anjing tetangga.
"Siaaaal, ini anjing kenapa selalu menggangguku," pikirku. Tetapi ada suara lain yang aneh, aku pun menajamkan pendengaranku "seperti ada yang memakai sepatu boot, sendal, sepatu...semuanya dicoba satu persatu..." tanyaku dalam hati sambil terus menajamkan telingaku.
"Apakah tukang ronda? Kok bisa masuk halaman rumahku?" Seruku bertanya...tanya...
Suara tersebut terus kembali berulang-ulang di teras rumah sedangkan anjing tetangga masih terus melolong menakutkan. Aku ingat tadi sore memang aku yang memakai sepatu boot dan bermain di halaman depan rumahku yang kebetulan becek sehabis hujan turun. Posisi kamarku yang di depan dengan bersebelahan dengan ruang tamu, sehingga aku memungkinkan mendengar aktivitas yang terjadi di teras dan halaman ruman.
"Kalaupun tukang ronda kok gak ada suara manusia," pikirku dan menebak-nebak siapa yang berusaha bermain di teras depan rumahku.
Tebakanku langsung menuju ke rohnya saudara mama yang baru meninggal datang kerumah. Aku ingat semua posisi sepatu boot, sendal dan sepatu yang kutinggalkan di depan rumah, sehingga terbayang dan mewujud dalam pikiranku bahwa roh tersebut sedang mencoba dan memakai barang-barang tersebut. Suara tersebut makin menjadi-menjadi suara sepatu, sendal, boot bersamaan di pakai berdetak-detak bersentuhan dengan lantai teras bersahutan dengan suara anjing yang melolong, memilukan menambah takut dan ciut nyaliku. Untuk keluar kamar, malah bertambah takut apalagi untuk menyibakkan tirai dan melihat siapa yang melakukannya...aku pun tidak berani.
Gemetar seluruh tubuhku membayangkan jika roh tersebut mengarah ke arah jendela kamarku, berarti peluang untuk masuk ke kamarku semakin terbuka untuk bertemu hantu tersebut. Bertambah panik aku membayangkannya, aku memutar otak untuk mengusir hantu tersebut. Aku ingat mamaku pernah berteriak memaki hantu saidah yang dulu pernah mampir kerumahku, tetapi saat ini berbicara pun aku tidak bisa apalagi berteriak. Semuanya kaku, tertegun dan hanya bisa menelan air ludah. Aku melihat tape recorder butut papaku, entah apa yang terlintas, tanpa berpikir dua kali, aku mengambil kaset tape dan memasukkannya lalu menghidupkannya dengan volume yang keras.

Tidak lama kemudian...

"Aan, apa apaan ini malam-malam berisik!!!" teriak papaku yang tiba-tiba muncul dari pintu kamarku. Cukup mengejutkan dan membuat ku terlompat dari tempat tidurku dengan mata melotot tajam, melihat papaku yang muncul aku pun menghela napas dan menceritakan dengan terbata-bata mengenai kejadian barusan.

Alhasil malam ini aku tidur di temani dengan mama ku lagi. Malam ini radio tape recorder papa berjasa menyelamatkanku dari cengkraman suara aneh dan misteri menurutku. Aku pun tersenyum melihat radio tape tersebut dan berjanji akan terus menggunakannya sampai ia pensiun dan di gantikan dengan yang baru. Tidak aneh mulai saat itu aku pun gandrung menyalakan radio tape di malam hari sebagai pengantarku tidur.

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO