Iklan

Thursday, December 31, 2020

CERITA PENDEK RAHASIA KAMAR TOPAN




Dedicated fo my Friends Almarhumah Riza
Menempati posisi baru di tempat yang baru merupakan suatu pertualangan yang mengasyikkan menurutku. Bertemu dengan costumer baru, bawahan baru, permasalahan baru, serta tempat tinggal kontrak yang baru juga. Tempat tinggal kontrak ini merupakan fasilitas tambahan yang di berikan perusahaan kepada Manajerial yang bertempat tinggal jauh dari tempat asalnya.

Fasilitas ini berupa pemondokan gratis tanpa biaya, yah... sebutlah rumah dinas. Mempunyai 3 kamar, di lengkapi dengan dapur, musholla, ruang tamu dan ruang berkumpul. Manajerial toko yang menempati rumah tersebut kebanyakan memang berasal dari luar kota, Dudung yang berasal dari Majalengka. Topan yang berasal dari Balikpapan, kebetulan menamatkan kuliah di bandung. Riza yang berasal dari Indramayu dan saya yang berasal dari sumatera. Karena rumah tersebut hanya tersedia 3 kamar, maka kamar yang berkapasitas besar harus berbagi kamar berdua. Kebetulan aku menempati kamar yang berkapasitas besar, terletak di depan dekat ruang tamu dan memiliki 2 tempat tidur. Aku dan Dudung memang sebelumnya sudah sepakat untuk menjadi teman satu kamar, Riza di kamar dekat ruang televisi, Topan di Kamar dekat Garasi Mobil.

Kami sebenarnya sudah saling kenal lama, karena sebelumnya saya memegang toko yang masih berdekatan dalam satu kota atau satu area. Namun pada akhirnya aku di percaya dan mendapat tugas di area sebelah yang kebetulan beda kota. Hanya satu tahun ku habiskan waktu ku di kota tersebut, pada akhirnya aku kembali berkumpul bersama teman-temanku lainnya. Berkumpulnya kami ini juga bertepatan dengan pemberian fasilitas pemondokan ini. Ujung dicinta ulam pun tiba, lumayan untuk mengirit uang gaji.

Topan seorang yang lebih muda serta mempunyai postur tubuh yang lebih tinggi dari kami, atletis, serta mempunyai wajah yang ganteng. Tidak heran kalau satu minggu sekali ia sering berganti-ganti pasangan. Di tambah kelebihannya yang bisa memikat lawan jenisnya lewat cara berbicaranya yang lebih simpatik. Berbeda dengan Dudung dan Riza, mereka mempunyai kelebihan masing masing, yaitu kelebihan lemak dan mempunyai perut yang buncit sehingga tampak lebih bulat. namun jika di bandingkan dengan Dudung, Riza yang ternyata lebih buncit perutnya di banding Dudung...he he he. Kedua anak ini mempunyai sifat periang dan lebih suka bercanda namun berbedanya kalau dudung bercandanya lebih halus sedangkan riza terkadang bercanda ala kuli (sering kelewat batas).

Ketiganya pun mempunyai karakter berbeda jika dalam memimpin bawahannya di toko, Riza terkenal lebih mudah diajak berkerja sama dan "down to earth", dudung lebih terkenal pendiam namun otoriter, sedangkan Topan masih berstatus sebagai Asst Kepala Toko. Topan sebelumnya bergabung dengan ku di cabang yang berlokasi pada pemukiman tengah kota. Merintis dari Training Manajerial toko di bawah bimbingan ku. Akhirnya melesat serta di percaya menjadi Assisten Kepala Toko pada sebuah Cabang Dekat Pusat Industri di Pinggir Kota/Kabupaten. Karakter kepemimpinannya pun tidak kalah denganku. Kalau aku di juluki sang kompeni (sangat otoriter) namun lebih bijaksana (bukan berarti aku yang menulis jadi di lebih-lebihkan...ini pendapat orang lain loh), Topan pun kurang lebih mempunyai karakter tersebut.

Rumah dinas kami ini terletak di tengah kompleks sebuah pemukiman warga. Kompleks ini berada di pinggir jalan Tol antar kota. Sehingga dari rumah dinas, kami dapat melihat arus kendaraan yang sedang lewat. Karena berada di tengah kompleks, rumah ini berada di huk atau pertigaan jalan. Dengan letak seperti itu maka kami mempunyai dua sisi depan. Tepat Di seberang rumah ini terdapat Lapangan Volli yang tidak terurus dan terbengkalai. Hanya tersisa garis-garis lapangan yang sudah tergerus air hujan. Rumput-rumput liar menggerogoti sebagian besar lapangan tersebut. Di sudut tepat seberang rumah dinas kami, tumbuh pohon kapas besar menaungi sebagian lapangan tersebut. Pada halaman rumah, terdapat pohon-pohon mangga yang tumbuh rindang terasa ikut menyemarakkan keteduhan yang menaungi teras depan rumah. Rumah ini bersebelahan dengan rumah kosong yang tidak pernah di tempati. Bagian belakang yang berbatasan dengan dapur sedangkan kamar mandi bersebelahan dengan rumah yang di tempati oleh sepasang orang tua yang sudah berumur. Di seberang sisi depan samping rumah merupakan lahan kosong yang sedang akan dibangun oleh pemiliknya. Karena kondisi di sekeliling rumah ini tidak padat penghuni, maka tidak heran kalau lingkungan sekitar rumah ini pun cenderung sepi. Setiap pulang dari berkerja baik shift pagi maupun shift malam selalu terasa nyaman untuk beristirahat.
Namun kondisi seperti itu tidak akan berlangsung lama...
Timbul kejadian-kejadian aneh yang awalnya hanya di pandang bergurau oleh kami. Di pandang bergurau, karena menganggap sudah bukan jamannya lagi mengenal hal yang seperti itu. Setiap tamu dari teman-teman kami yang menumpang menginap, sering mengalaminya. Salah satu contohnya indra, seorang asst manajerial toko satu area dengan kami. Ia menceritakan bahwa ketika tengah malam mendengar ada yang menggunakan kamar mandi. Padahal ia yakin tidak ada seorang pun yang keluar kamar. Posisinya ia sedang menonton televisi di ruangan sedangkan riza, dudung dan topan tertidur di samping indra. Aku pun terlelap di dalam kamar yang pintunya sedang terbuka.
"Ingin rasanya aku cek ke kamar mandi, namun tidak berani." Cerita indra esok paginya. Terlihat lingkaran hitam di matanya indra yang berarti tadi malam ia bergadang.
"Dra, tabahkan hatimu...berarti penghuni rumah ini sedang ingin berkenalan dengan dirimu," seru riza dengan nada dan mimik muka serius. Namun tidak lama tertawa terbahak-bahak di ikuti oleh kami berbarengan.
"Sial, lihat saja nanti, kalau kejadian...tau rasa kalian," seru indra mengancam, namun ikut tersenyum dan tertawa, merasakan kebodohannya sendiri menceritakan sesuatu yang di rasanya mustahil terjadi.

"Minta no togel dra kalau ketemu," ujar topan sambil masih tertawa.
"Sok aja kalau berani pan...alahhh paling kabur..." Ujar indra bercanda
Pagi tersebut akhirnya bersambung dengan cerita-cerita lainnya yang berbau hal gaib. Seperti kejadian aneh di toko, kejadian yang dialami ketika pulang melewati jalan terowongan di bawah jalan tol, yang tidak jauh tempatnya dari rumah dinas kami sekarang. Di mana memang di seberang jalan tol tersebut merupakan tempat pemakaman umum.

"Biasa ketika pulang masuk shift siang," jelas topan mengawali ceritanya.
"Gak tau, perasaan pengen cepat pulang, makanya aku putuskan untuk lewat jalan tersebut, sebelum memasuki terowongan tepat di depan pemakaman umum, aku yakin melihat seseorang sedang bersepeda.”
            “Yakin...!! itu benar-benar orang yang sedang bersepeda. Kira-kira 100 m lah jaraknya dengan di lihat lewat lampu besar sepeda motorku. khan pasti jelas bos sambil menerangi jalan, baju dan sepedanya juga sangat jelas." Urai topan menekankan penjelasannya berulang-ulang, sambil menggunakan tangannya yang terkadang menunjuk mata dan terkadang mengarahkannya kedepan. Ia berusaha untuk sedapat mungkin kami yang mendengarkan ikut merasakan situasi yang sedang terjadi.

            "ketika akan mendekati, pandanganku beralih sebentar untuk menghindari lobang di depan jalan. Tetapi ketika melihat kedepan kembali, orang yang naik sepeda gak ada bos...orangnya gak ada sepedanya gak ada..." Ucap topan sambil setengah berteriak dan menghempaskan kedua tangannya seperti membanting sesuatu kedepan.
"Serius bos gak ada orangnya...aku coba untuk mengendarai motor dengan jalan pelan, ku perhatikan kanan dan kiri. Takut tuh orang nyungsep ke semak-semak atau sedang celaka Namun tidak ada..."
"Pada akhirnya kucoba agak ngebut, mungkin dia langsung ngebut di kira aku rampok...tapi tetap gak ada bos...nyali ku langsung ciut...bulu kuduk merinding...teuing lah bodo amat pikirku...langsung tancap gas saat itu juga dan pas di dalam terowongan tidak ku lihat kanan dan kiri langsung bablas. Mana itu terowongan gelapnya minta ampun, anginnya kencang dan dingin lagi. Pucat aku bos...merinding bulu kuduk ku sampai rumah sini. Aduuuuh...gak mau lagi aku lewat jalan situ," ujar topan mengulum senyum.
Wajahnya masih tampak pucat karena menjiwai cerita yang ia sampaikan, seolah-olah kejadian tersebut memang baru terjadi. Bergilir kami pun menceritakan pengalaman kami masing-masing.
Tidak terasa waktu pun mulai berlalu, kami pun mulai berkemas untuk menuju ke tempat berkerja masing-masing. Bagi yang masuk siang, sibuk mencuci baju ataupun mencari sarapan. Kebetulan aku masuk shift pagi, sedangkan ketiga temanku ada yang midlle shift dan masuk siang. Untuk yang midle biasanya taufan karena Kepala tokonya biasanya ada acara meeting area.
“Ya, sekarang jadwalnya meeting area bos." Infoku karena kebetulan acara meeting bertempat di tokoku dan dipimpin oleh Supervisor dimana semua kepala  toko pasti akan kumpul.
Pulang kerja ku lakukan setelah menunaikan salat Magrib di toko. Sengaja mengambil waktu panjang di toko karena harus mengerjakan tugas-tugas yang di berikan spv area sewaktu meeting.
Suasana di depan rumah cukup gelap dan sepi. Terasa aneh juga menginjakkan kaki di rumah ini sewaktu teman-temanku tidak ada. Taufan shift midle dan long shift sampai malam, riza dan dudung juga masuk siang yang otomatis jam 10 lebih baru datang. Ku nyalakan semua lampu, dari lampu teras sampai lampu kamar mandi seperti biasanya. Ku tunaikan kebiasaanku dan berakhir di depan televisi, dengan menikmati makan malam yang ku beli di warung nasi sewaktu pulang dari tempat kerja. Waktu terus berjalan, kunikmati acara demi acara televisi sambil beristirahat untuk melepaskan penat seharian berkerja. Jam 10 kurang 5 menit sekarang,
tiba-tiba...


Sayup sayup ku dengar ada seseorang perempuan yang menangis. Posisinya di luar dekat jendela sisi samping depan rumah yang mengarah ke tanah yang kosong. Ku kecilkan suara televisi dan ku pasang pendengaranku dengan lebih jelas, benar suara tersebut adalah tangisan perempuan. Namun terkadang jelas terkadang hilang terbawa angin. Suaranya parau terdengar dan memilukan hati, suara tangisan yang berasal dari suatu tempat dengan suara mendengung seperti terhalang sebuah dinding yang tebal.
"Hm...paling dari para tetangga...," hiburku. Tidak lama terdengar sayup sayup dari jauh dentingan suara sendok di pukulkan ke piring...

"Akh...tukang baso juga masih lewat," seruku dalam hati, menguatkan hati dan pikiranku bahwa itu bukan suara-suara yang bisa menimbulkan perasaan negatif.
Jujur pikiran seperti itu langsung muncul di benakku, apalagi tadi pagi teman-temanku bercerita hal-hal yang mengundang bulu kudukku meremang dingin. Pikiran ku pun otomatis flashback kembali ke cerita-cerita tersebut,
"lain kali mending aku gak usah mendengar cerita aneh seperti itu lagi," pikirku sambil mengusir pikiran pikiran tersebut.
Aku pun kembali memfokuskan diriku untuk menonton acara di televisi. Suara tersebut memang menghilang. Namun masih membuatku penasaran dan menimbulkan sepercik pertanyaan yang terus menggangguku. Siapa yang menangis?" Karena di sekelilingku tidak pernah aku jumpai perempuan dewasa.
"Namun letaknya di halaman samping depan rumah ini," pikirku. Dengan rasa penasaran dan untuk mengusir pertanyaan-pertanyaan dalam diriku akhirnya Ku beranikan diri untuk membuka gordin yang menutup jendela samping depan tempat arah perempuan tersebut menangis. Tidak ada siapa-siapa, halaman tersebut dalam keadaan gelap gulita. Lampunya kebetulan padam karena putus.
"Besok pagi, akan ku pasang lampunya lah. Biar gak jadi tempat maksiat," pikirku. Karena selintas pikiranku mungkin anak-anak muda sedang pacaran lalu perempuannya menangis. Namun sebagian diriku menampik dugaan tersebut. Teringat selintas pengalamanku sewaktu kuliah. Pengalaman di tempat kost ku yang menyimpan banyak cerita termasuk cerita bertemu hal-hal yang berbau mistis.
"Persis asal suaranya seperti itu," pikirku kembali.
"Akh...sudah lama terjadi mungkin salah,"
Kututupkan kembali gorden jendela samping tersebut. Kembali ku rebahkan tubuhku di depan televisi sambil ku usahakan untuk melupakan kejadian barusan.
Tidak lama kemudian sudah bergabung teman-temanku yang lain dalam rumah ini. Tidak ada tamu yang menumpang menginap malam ini. Dudung ternyata pulang ke Majalengka karena kebetulan besok jadwalnya off/libur. Tinggal kami bertiga yang menginap di rumah dinas malam ini.

"Za, an," seru topan berusaha membuka obrolan sambil makan di depan televisi, menonton bersama kami.
"Serius euy, cerita indra...." perkataannya terhenti oleh teriakanku yang tiba-tiba memotong pembicaraan topan.
"Udah dech van, gak usah di bahaslah, parno nih," ujarku memotong pembicaraannya.

"Sebentar bos, kasih waktu aku untuk menjelaskan sebentar. Bukan untuk menakut-nakuti. Tapi kejadian si indra, terjadi juga di gue," seru topan bernada serius dan memasang muka yang tidak menampakkan bercanda
Seperti biasanya, Riza dan aku tidak menggubris apa yang di ucapkan oleh topan. Riza sibuk menguyah suapan terakhir dari makan malamnya. Sedangkan ku berusaha untuk mencerna sebuah film yang di tayangkan oleh sebuah stasiun televisi. Karena tidak merasa di tanggapi akhirnya topan pun tidak meneruskan obrolannya dan sibuk menghabiskan nasi bungkus jatah makan malamnya.
Seperti biasa nya lagi, topan sehabis makan menyeduh teh manis untuk kami bertiga. Tidak ada yang menyuruh namun memang sudah jadi kebiasaannya untuk menyenangkan hati kami teman-temannya. Karena tidak merasa enak sudah disiapkan teh manis dan suasananya pun sudah dalam keadaan santai, aku dan riza pun berusaha untuk mengorek kembali apa yang mau di katakannya.
"Begini bos, kejadian si indra juga terjadi di aku," singkat topan.
3 hari sebelum kejadian si indra, pas mau ke kamar mandi. Aku melihat ada seorang perempuan membelakangiku di depan kamar mandi, aku pun tidak jadi ke kamar mandi dan kembali tidur. Tapi tidak di kamar tapi di ruang televisi bersama riza dan dudung," lugas cerita topan dan berirama cepat seakan-akan tidak mau ceritanya di potong kembali.
Mukanya pun terlihat tegang dan aku mengerti kenapa topan tidak menceritakan hal ini dari tadi pagi. Ia melihat sendiri indra yang sebegitu seriusnya bercerita tetapi tidak di tanggapi oleh kami bertiga. Namun malam ini, ia sepertinya tidak tahan dan memutuskan untuk bercerita. Ia melanjutkan ceritanya bahwa teror itu terus menerus terjadi kepada dirinya. Mendengar suara orang menangis, tertawa bahkan bersenandung lagu yang tidak jelas dan tidak dimengerti selama 3 hari berturut-turut.
Pantas saja kenapa kok topan yang sebelum-sebelumnya selalu tidur di kamar malah tidur bersamaku atau terkadang tidur di depan televisi bersama riza dan dudung. Teman-temanku selalu tidak pernah merasa betah tidur di kamar, namun baru topan yang aku tau alasannya. Sedangkan riza tetap bungkam, kalaupun dudung masih sering hanya menemani riza tidur di depan televisi di ruang tengah alasannya.

Aku merasakan aliran darahku bergerak cepat, bersamaan dengan berdirinya bulu kuduk dari tangan menuju ke belakang leher. Sepertinya Riza merasakan hal yang sama, terbukti ia langsung menggeser tempat duduknya ke arahku. Kata-kata perempuan yang tiba-tiba hadir dalam rumah ini di waktu tengah malam terdengar mustahil. Belum lagi cerita topan mengenai suara-suara yang ia dengar, hampir sama seperti yang aku dengar pada malam ini juga.
Hal tersebut yang membuat pikiranku secara otomatis berpikir ada sesuatu yang tidak beres dan yakin kalau dirumah ini ada makhluk lain yang hadir menemani kami. Pikiran itulah yang membuat detak jantung dan aliran darahku bergerak cepat, di tambah dengan rasa merinding yang tiba-tiba muncul.
"Pan, itu yakin kau lihat sendiri?" Tanya ku memastikan kisah balik cerita pertamanya.
"Yakin bos, sempat tidak bisa melangkah dan tertegun. Pengen teriak takut sang perempuan malah berbalik menatap saya. Lebih apeslah nasibku malam itu, bisa-bisa kencing berdiri..." Jelas topan sambil menengok kanan dan kiri. Seperti takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Terus kau buang air kecil di mana pan," tanya riza kali ini dengan pandangan menyelidik.
"Bekas botol air mineral bos," serunya sambil tertawa menahan malu. Kami pun semua tertawa lepas sehingga melupakan perasaan tegang yang barusan terjadi.
"Badan gede doang loe pan, buang air kecil di botol, jorok loe akh," seru riza sambil tertawa ngakak sambil memegang perutnya saking tidak tahannya.
"Gimana lagi bos, masa gue liatin burung ku di depan si perempuan. Kalau doyan gimana dong," ujarnya bercanda, menambah serunya kami tertawa malam tersebut.
Malam semakin larut...tidak ada seorang pun yang coba untuk beranjak ke kamar masing-masing. Bahkan tidak ada seorang pun diantara kami bertiga yang coba untuk berjauh-jauhan tidur. Namun tidak ada seorang pun di antara kami yang akhirnya jatuh tertidur lelap. Semuanya masih terbangun dan dalam posisi mencoba untuk berpikir bagaimana untuk melewati malam ini.
Teringat kejadian yang aku alami barusan, suara tersebut. "Apakah benar itu suara dari perempuan yang di lihat topan? Tapi dari penuturan topan ya, itu benar suara sang perempuan. Klarifikasi dari topan persis sama."

"Apakah malam ini ia akan beraksi kembali? Karena sudah 3 hari bahkan ini hari ke empat teror tersebut topan alami, termasuk aku di hari keempat." Pikirku mengulang-ulang pertanyaan tersebut. Benar-benar mengganggu jadwal tidurku.
"Cuma riza yang tidak pernah mengalami, atau memang ia simpan.” Tanyaku dalam hati
“Terkadang ia memang penuh misteri. Terkadang blak-blakan bercerita namun kalau masalah seperti ini, ia tidak pernah mau mengungkapkan apa yang ia rasakan," pikirku sambil menengok keberadaan teman-temanku yang lain.
Ternyata mereka sama-sama masih belum tidur, entahlah...mata mereka ke televisi tetapi aku yakin pikiran mereka pasti mengawang-awang kemana mana. Tidak ada yang membuka mulut atau pertanyaan ataupun ingin bergurau malam ini. Semuanya diam membisu, memasang telinga rapat-rapat, memposisikan tempat tidur saling berdekatan dan tabah menghadapi apa yang akan terjadi malam ini.
Kejadian yang menimpaku tadi tidak ku ceritakan ke teman-temanku, karena aku sendiri bakal menambah ketegangan di malam ini. Bisa jadi riza pun akhirnya bercerita, biarlah hanya topan yang mengungkapkan dan menganggap kami masih berani untuk menghadapi. Terkadang hal tersebut perlu di kondisikan seperti ini, jika semuanya menjadi penakut berarti malam ini mereka bakal tidur di luar rumah ataupun di mesjid.
Tiba-tiba terjadi suatu kejadian yang benar-benar membuat kami bertambah ciut dan pada akhirnya berusaha untuk keluar dari rumah tersebut.
Listrik tiba-tiba padam...bertiga tanpa berusaha panik berjalan menuju panel listrik yang kebetulan berada di depan pintu masuk rumah ini. Untungnya senter, korek api matic, lilin sudah tersedia lengkap di depan televisi, sehingga kami mencoba untuk tidak terlalu panik menanggapi. Walaupun secara jujur kaki sudah ingin melangkah lari menuju pintu keluar rumah. Ternyata hanya panelnya yang turun.
Secara logika, pemakaian listrik satu-satunya yang besar adalah televisi. Tidak ada yang menyalakan atau menggunakan listrik yang berlebihan, karena posisi kami pun berada di depan televisi tanpa menambah beban pemakaian listrik.
Sudahlah...kami berusaha untuk tidak memikirkannya terlalu dalam. Mencoba untuk berpikir positif, mungkin panelnya sudah tua dan harus di ganti, entahlah... Namun naluri kami tidak bisa di bohongi, kami masing masing sama takutnya, apalagi untuk menghadapi sesuatu yang tidak bisa kami lawan atau atasi. Hal-hal aneh yang kami alami membuat kami harus berpikir dua kali. Bisakah kami melewati malam ini?
Malam ini langit tampak akur dengan cahaya rembulan dan bintang-bintang bertaburan memenuhi angkasa. Angin dingin yang menerpa wajah dan tubuh kami yang terbengong-bengong duduk di luar mencoba untuk mencari solusi menghadapi malam ini. Tetap tidak ku ceritakan kejadian yang menimpaku malam ini. Jujur aku pun takut, apalagi teman-temanku, mereka sepertinya terlihat berusaha untuk tidak panik namun tetap tidak bisa di bohongi dari prilaku masing-masing.
Akhirnya topan pun mempunyai ide untuk tidur bersama-sama di salah satu kamar. Akhirnya kami memilih kamar topan, lebih simple karena lebih kecil dan tidak terlalu besar. Kasurnya pun besar cukup untuk bertiga dan kami menduga kamar topan yang paling aman.
Kami harapkan pilihan ini pasti tepat, namun kenyataannya pilihan ini ternyata salah. Salah karena sebentar lagi kami pasti akan mengalami gelombang adrenalin yang tinggi, stress bahkan trauma. Keputusan yang bakal kami sesali selanjutnya...
Kamar topan tidak terlalu besar. Berukuran 3x4 m, cukup untuk kami bertiga. Terlihat berjejer botol air mineral 1500 ml di dinding kamar dekat pintu. Ada rasa jijik ketika melihatnya, setelah mendengar pengakuan topan sebelumnya atas apa yang ia lakukan dengan botol-botol tersebut.

"Za, ati-ati kalau minum, jangan-jangan kau minum air seninya si topan," ujarku bercanda. Riza pun tertawa senang ditambah melihat topan dengan muka yang malu berusaha menyingkirkan botol-botol tersebut ke ujung menjauh dari tempat tidur.
"Dari pada gue ketemu itu kuntilanak," ceplos topan bergurau.

Kami rebahkan tubuh ke kasur tempat tidur topan. Dengan posisi aku di pinggir dekat dinding yang mengarah ke garasi, riza di tengah, topan di pinggir yang mengarah ke ruang tengah.
jam telah menunjukkan angka 12.47 menjelang ke angka satu dini hari.

Tidak menunggu lama, terror itu pun di mulai...
"Za, dengarkah?" Seru topan tiba-tiba membuyarkan lamunanku sebagai pengantar tidur ku malam ini. Berusaha untuk melupakan apa yang terjadi dan apa yang sudah di ceritakan teman-temanku.
Riza kulihat menatap melotot ke atas eternit...ada perasaan tegang yang kulihat dari wajahnya, tapi...whatever lah...sudah sangat mengantuk pikirku."
"Iya pan," seru riza mengiyakan dengan terbata-bata dan setengah berbisik.
Aku tidak mengerti apa yang di dengar dan apa yang di iyakan oleh Riza. "Masa bodohlah," pikirku tidak ku gubris apa yang menjadi bahasan mereka di tengah malam buta ini.
Namun pada akhirnya sayup sayup telingaku kembali mendengar suara perempuan menangis dalam keadaan seperti tadi. Namun asalnya berada dalam ruangan ini...jelas sekali berada dalam ruangan kamar ini, tapi di mana?
Aku pun beringsut bangun dan duduk. Menatap kesemua pojok kamar dan eternit. Kutatap satu persatu dinding dan eternit jika ada yang bolong tempat asal suara di hembuskan. Teman-temanku pun berbarengan beringsut bangun. Sama-sama menatap ke seluruh ruangan mencari sesuatu yang mencurigakan. Tidak ada yang aneh dan tidak ada yang meragukan.
Terdengar kembali suara perempuan tersebut berganti dari menangis menjadi tertawa mengikik senang...lalu menangis kembali. Terus-menerus kembali berulang. Suara tersebut sayup sayup jelas terdengar. Berasal dari kamar ini namun seperti tertahan oleh dinding yang tebal dan menggema.

Terduduk dan terpaku menatap ke seluruh ruangan kamar. Tidak ada yang berbicara, bergumampun tidak. Lama kelamaan bosan menjadi penonton dan jenuh karena pengalaman yang sudah-sudah aku alami semenjak kost di masa kuliah. Ada sedikit keberanian yang timbul dari diriku, menanggapi rasa penasaran yang menghinggapiku untuk mencari asal suara. Walaupun secara jujur, bulu kudukku sudah meremang sedari tadi. Ku raba dinding demi dinding mencari asal suara yang terkadang terdengar, terkadang hilang.
Akhirnya aku pun menyerah, rasa takutku pun menang. Aku tersudut bertiga bersama teman-temanku di teror suara menangis, tertawa dan bersenandung. Saling berebut untuk pindah ke tengah, namun riza tidak mau mengalah. Kami benar-benar ketakutan setengah mati.
Entahlah...berapa jam yang kami habiskan hanya dengan berhimpit-himpitan, menutup muka dan telinga. Hingga akhirnya suara azan sayup sayup terdengar seperti suara alunan musik yang indah masuk kedalam relung-relung telinga kami, mengisi dan mengganti suara-suara iblis betina yang menghantui kami semalam suntuk. Suara azan yang menyirami relung hati kami yang setengah mati ketakutan. Suara yang menenangkan hati kami untuk sujud terhadap kekuasaan Allah yang telah menciptakan semua makhluk. Tidak ada makhluk yang tidak tunduk kepada-Nya. Suara yang membawa kami terlelap lelah sampai pagi menjelang tiba.
Segera ku bereskan perangkat pakaian dan perabotanku untuk pindah hari itu juga. Begitu pun teman-temanku melakukan hal yang serupa. Dudung sudah kami info dan ia pun mengerti serta mengikuti pindah ke tempat yang baru. Tempat yang baru memang tidak jauh hanya 3 blok dari rumah dinas kami dan masih berada dalam satu kompleks.
Kesibukan kami pindah akhirnya menarik perhatian seorang sesepuh dari daerah tersebut. Rumahnya memang 5 rumah dari rumah dinas kami. Ia pun bercerita dan mengungkap asal usul rumah tersebut.
Tanah tersebut pada awalnya merupakan tanah kuburan dari etnis Cina. Namun baru di didiami oleh satu kuburan yang berusia sudah sangat lama. Menurut cerita yang beredar di kampung tersebut, kuburan yang di kebumikan di situ adalah seorang perempuan yang meninggal bunuh diri karena suaminya hilang entah kemana. Posisi kuburan tersebut adalah di pinggir antara rumah yang kosong dengan rumah dinas kami. Jika saya perhatikan tempat kuburan tersebut tepatnya di kamar topan. Karena dinding kamar topan sebelah kanan berdampingan dengan rumah kosong, sedangkan depannya bersebelahan dengan garasi.
"Oh...my god...," pantas saja pikirku.
Rumah kosong disamping rumah dinas kami selalu kosong tidak ada yang menempati. Kalaupun ada yang mengontrak hanya di pakai untuk gudang distribusi perusahaan-perusahaan marketing. Malamnya tidak ada yang menunggu atau tidur di rumah tersebut.
"Dari dulu semenjak kedua rumah ini di bangun tidak pernah ada yang betah tinggal di sana," jelas si bapak tua, menutup ceritanya tentang asal usul rumah tersebut.
Sampai saat ini, kedua rumah berdampingan tersebut belum ada yang menempati. Sudah jadi rahasia umum ternyata...ketika melewati rumah tersebut pun ada perasaan aneh, seakan seseorang tengah menatap ku dan menimbulkan perasaan aneh yang membuat bulu kudukku merinding. Hingga pada akhirnya aku pun mencoba untuk tidak melewati rumah itu dan coba untuk melupakannya...

(For my friends Riza, semoga Arwahmu di terima di sisi Allah SWT, aku tidak akan melupakanmu. Akan ku tulis cerita yang kita lalui bersama dulu...)

No comments:

Post a Comment

POTRET SENJA SEORANG PAK WARNO